Oleh Ludger S
Orang Wologai mendefenisikan anak sebagai buah perkawinan adat antara bapak dan ibu untuk melanjutkan budaya dan tradisi generasi berikutnya.
Seram juga ya, anak kok dibagi. Mari kita simak adekdot dibawah ini.
Seorang pemuda bernama Jumba dari rumah adat Wolo Me'na menikah dengan seorang gadis bernama Jani dari sebut saja rumah adat Sadhe. Atas dasar cinta mereka menikah dengan tata cara perkawinan Dei Ngai Pawe Ate atau suka sama suka. Perkawinan jenis ini tidak menuntut belis dari pihak Jumba. "Tei Pati Duna Mea" atau apa yang didapat diberikan kepada keluarga Jani, kalau tidak ada menanggung malu hehehe.
Mereka membina rumah tangga yang harmonis. Dari perkawinan mereka dikaruniai 3 orang anak. Anak pertama berjenis kelamin laki - laki bernama Ratu. Anak kedua berjenis kelamin wanita bernama Be'ke. Anak ketiga berjenis kelamin laki - laki bernama Ndoja. Saat ketiga anak beranjak dewasa, Jumba sakit dan meninggal dunia. Setelah seremonial penguburan dan "se'ba re'ba" atau wurumana pada malam ke empat dilakukan musyawarah dari garis keturunan Jumba dan garis keturunan Jani.
Beberapa hal penting akan dibahas pada malam keempat setelah kematian Jumba.
Hak Atas Anak - Anak
Selama masa hidupnya, Jumba tidak membayar belis secara tuntas karena jenis perkawinan "dei ngai pawe ate" atau suka sama suka. Tetapi tiap kali ada hajatan di pihak Jani, Jumba dan keluarganya tetap mengantar jenis hantaran yang sesuai. Secara adat diungkapkan, "nea api nu, wangga tu kaju sanopo ae sapo'o".
Ketiga anak harus ada yang meneruskan garis keturunan Jumba. Anak pertama dan kedua dalam sebutan adat, "ana wawo pare" menjadi bagian dari garis keturunan Jani. Dalam hal ini Ratu dan Be'ke, Kolo Nia atau melanjutkan garis keturunan Jani. Sedangkan Ndoja yang dalam ungkapan adat disebut, 'ana mboko tolo" meeneruskan garis keturunan atau Kolo Nia Jumba. Ini berdampak pada segala warisan serta benda dari masing - masing kolo nia.
Hak Atas Warisan
Semua warisan berupa kebun ladang, sawah, emas termasuk menjalankan seremonial adat dirumah adat Wolo Me'na dari Jumba akan dimandatkan atau diserahkan ke Ndoja sesuai pembagian anak atau kolo nia. Ratu dan Be'ke menerima warisan dari rumah adat Sadhe atau dari garis keturunan Jani.
Dalam kehidupan sehari - hari mereka tetap bersauran seayah dan seibu. Tetapi dalam hal berkebun, berladang, bersawah atau menjalankan seremonial adat mereka sudah diatur sesuai pembagian anak saat kematian Jumba.
#klarambu
#ludgerwologai
#budayawologai
😊😉😁😂
Rega di persawahan Ekoleta |
Pengertian Anak menurut beberapa UU yaitu antara
lain : Menurut UU No.25 tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan
Pasal 1 angka 20 “ anak adalah orang laki-laki atau wanita yang berumur
kurang dari 15 tahun”. Menurut UU RI No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang Pasal 1 angka 5 “Anak adalah seseorang
yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan. Menurut UU No.44 thn 2008 tentang Pornografi
Pasal 1 angka 4 “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan
belas) tahun. Menurut UU No. 3 TAHUN 1997 Tentang Pengadilan
Anak Pasal 1 angka 1 “ Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah
mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas)
tahun dan belum pernah kawin “ Menurut UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak Pasal 1 angka 1 “Anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.” Menurut UU No. 4 Tahun 1979 Tentang
Kesejahteraan Anak Pasal 1 angka 2 “ Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua
puluh satu) tahun dan belum pernah kawin.” Konvensi Hak-hak Anak, Anak adalah
setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun, kecuali berdasarkan yang berlaku
bagi anak tersebut ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal." UU No.39 thn 1999 tentang HAM Pasal 1
angka 5 “ Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18
(delapan belas) tahun dan belum menikah, terrnasuk anak yang masih dalam kandungan
apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.” Pasal 45 KUHP, “anak yang belum dewasa
apabila seseorang tersebut belum berumur 16 tahun.“ Pasal 330 ayat (1) KUHperdata, “ Seorang
belum dapat dikatakan dewasa jika orang tersebut umurnya belum genap 21 tahun,
kecuali seseorang tersebut telah menikah sebelum umur 21 tahun “
Orang Wologai mendefenisikan anak sebagai buah perkawinan adat antara bapak dan ibu untuk melanjutkan budaya dan tradisi generasi berikutnya.
Pada umumnya orang Wologai sangat menjunjung tinggi kaum hawa, yang mana seorang ibu (ata ine) berperan sangat penting dalam keseharian mereka. Banyak tradisi dan budayanya menceritakan tentang keberadaan seorang ibu. Baik dalam tradisi berladang atau sawah, dalam tradisi membangun rumah dan tradisi - tradisi lainnya.
Apakah orang Wologai menganut alur keturunan Matrilinel atau Patrilineal?
Menurut tradisi yang ada di Kampung Wologai, seorang anak bisa berada di alur keturunan ibu (matrilineal) dan juga bisa berada pada alur keturunan bapak/ayah (patrilineal). Kembali pada Jenis Perkawinan orang tua (ayah/bapak ibu)nya.
Baca di 👉: Perkawinan Adat Lio di Wologai
Jenis Perkawinan Pa'a Tu'a, Ruru Gare dan Paru Nai, anak atau anak - anak akan berada pada garis keturunan bapak atau patrilineal. Jenis Perkawinan Sa're Pa'a anak akan berada pada garis keturunan Matri dan Patrilineal.
Sedangkan dari jenis perkawinan Dei Ngai Pawe Ate, anak atau anak - anak ini yang harus dibagi. Sebagian melanjutkan garis keturunan ibu dan sebagian melanjutkan garis keturunan ayah.
Kolo Nia
Kolo Nia berarti garis keturunan. Dari beberapa jenis perkawinan di atas yang berdampak pada pembagian anak berdasarkan "Kolo Nia". Beberapa rumah yang dibangun membentuk lingkaran di kampung Wologai merupakan masing - masing clean yang didalamnya terdapat Kolo Nia (garis keturunan).
Kapan anak atau anak - anak dibagi?
Seram juga ya, anak kok dibagi. Mari kita simak adekdot dibawah ini.
Seorang pemuda bernama Jumba dari rumah adat Wolo Me'na menikah dengan seorang gadis bernama Jani dari sebut saja rumah adat Sadhe. Atas dasar cinta mereka menikah dengan tata cara perkawinan Dei Ngai Pawe Ate atau suka sama suka. Perkawinan jenis ini tidak menuntut belis dari pihak Jumba. "Tei Pati Duna Mea" atau apa yang didapat diberikan kepada keluarga Jani, kalau tidak ada menanggung malu hehehe.
Mereka membina rumah tangga yang harmonis. Dari perkawinan mereka dikaruniai 3 orang anak. Anak pertama berjenis kelamin laki - laki bernama Ratu. Anak kedua berjenis kelamin wanita bernama Be'ke. Anak ketiga berjenis kelamin laki - laki bernama Ndoja. Saat ketiga anak beranjak dewasa, Jumba sakit dan meninggal dunia. Setelah seremonial penguburan dan "se'ba re'ba" atau wurumana pada malam ke empat dilakukan musyawarah dari garis keturunan Jumba dan garis keturunan Jani.
Beberapa hal penting akan dibahas pada malam keempat setelah kematian Jumba.
Hak Atas Anak - Anak
Selama masa hidupnya, Jumba tidak membayar belis secara tuntas karena jenis perkawinan "dei ngai pawe ate" atau suka sama suka. Tetapi tiap kali ada hajatan di pihak Jani, Jumba dan keluarganya tetap mengantar jenis hantaran yang sesuai. Secara adat diungkapkan, "nea api nu, wangga tu kaju sanopo ae sapo'o".
Ketiga anak harus ada yang meneruskan garis keturunan Jumba. Anak pertama dan kedua dalam sebutan adat, "ana wawo pare" menjadi bagian dari garis keturunan Jani. Dalam hal ini Ratu dan Be'ke, Kolo Nia atau melanjutkan garis keturunan Jani. Sedangkan Ndoja yang dalam ungkapan adat disebut, 'ana mboko tolo" meeneruskan garis keturunan atau Kolo Nia Jumba. Ini berdampak pada segala warisan serta benda dari masing - masing kolo nia.
Hak Atas Warisan
Semua warisan berupa kebun ladang, sawah, emas termasuk menjalankan seremonial adat dirumah adat Wolo Me'na dari Jumba akan dimandatkan atau diserahkan ke Ndoja sesuai pembagian anak atau kolo nia. Ratu dan Be'ke menerima warisan dari rumah adat Sadhe atau dari garis keturunan Jani.
Dalam kehidupan sehari - hari mereka tetap bersauran seayah dan seibu. Tetapi dalam hal berkebun, berladang, bersawah atau menjalankan seremonial adat mereka sudah diatur sesuai pembagian anak saat kematian Jumba.
#klarambu
#ludgerwologai
#budayawologai
😊😉😁😂