Oleh : Ludger S
Sebelum kita membahas tentang Gawi atau Tarian Gawi ada baiknya kita mengenal beberapa hal penting tentang gawi.
Kanga. Tempat bermain tandak. Berbentuk lingkaran dari batu - batu alam yang membentuk pagar kelilingnya dengan Tubu (stupa) dalam lingkarannya. Kanga dikenal dengan 2 jenis. Ada "kanga le'ko" untuk para pemula yang mau melatih gawi dan Kanga yang asli dan sakral untuk bermain tandak.
Bpk. Serilus Seko Ata Sodha di Kampung Wologai |
Ulu. Pemimpin Gawi itu biasa disebut dengan ungkapan Ulu. Ulu memberikan aba-aba kepada para peserta tarian dengan menggerakkan tongkat yang berjumbai ekor sapi atau ekor hewan lainnya ditangan kirinya. Ulu memberikan semangat kepada peserta gawi terutama kepada Naku Ae
Eko. Orang kedua yang memimpin Gawi adalah Eko. Eko berperan menjaga keberlangsungan tarian Gawi dengan cara merapatkan peserta gawi untuk tidak terlalu berjauhan.
Naku Ae. Naku Ae ini terdiri dari beberapa pemuda yang berperawakan gagah yang bertugas untuk memeriahkan Gawi. Naku Ae dengan semangat bermain Gawi, mereka berupaya agar seluruh peserta dapat ikut larut dalam kegembiraan bersama dalam tarian itu.
Baca Juga : The Exotic Traditional Wologai Village
Ana Rusa. Adalah seorang laki - laki yang memberi semangat kepada peserta gawi. Ana Rusa selalu dalam lingkaran gawi. Bergerak kesana kemari dengan gerakan tubuh seperti menghipnotis orang untuk tetap bermain tandak / gawi.
Gawi
Gawi adalah tarian tradisional yang dilakukan secara masal di beberapa suku Lio Kabupaten Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tarian ini merupakan salah satu tarian adat masyarakat suku Ende Lio sebagai ungkapan rasa syukur atas segala rahmat yang diberikan oleh Tuhan kepada mereka. Biasanya gawi dimainkan saat puncak seremonial adat mensyukuri hasil panen dan awal mula musim tanam. Tariian Gawi yang dilakukan secara masal dengan saling berpegangan tangan dan membentuk formasi lingkaran.
Kata Gawi sendiri terdiri dari 2 suku kata. "Ga" yang berarti segan dan "Wi" yang berarti tarik. Sehingga saat bermain gawi, setiap orang saling tarik dalam pegangan untuk menjaga kerenggangan dan saling menjaga orang disamping kiri kanannya dalam sikap santun "segan".
Gawi atau yang dikenal dengan sebutan Tandak dimainkan setelah seremonial adat "ia keu". (Apa itu "ia keu" silahkan berkunjung ke Kampung adat Wologai).
Dalam Gawi dikenal dengan dua istilah lainnya, yakni "wela ha'i" dan "ha'i rua". Wela Hai lebih tepatnya disebut irama tunggal. Ini dilakukan saat ata sodha permulaan "oro'.Saat wela ha'i, semua peserta gawi mengikuti putaran kekiri. Saat wela ha'i juga, saat dimana ata sodha menyanyikan sejarah singkat tentang suku dimana dia berada. Menjelaskan siapa saja sebagai pemangku adat (mosalaki), siapa saja yang berperanan dalam tugas adatnya. Saat wela ha'i juga semua peserta gawi diminta hening, beberapa kali menyahut oro dari ata sodha.
Ha'i Rua. Saat ha'i rua, semua peserta gawi bergerak kearah kanan. disini mulai menunjukkan peran masing - masing. Ata sodha mulai dengan nyanyian menghibur, pantun. Ulu mulai memberikan semangat. Naku ae mulai meliuk - liuk badannya memberi semangat. Tetap dalam lingkaran saling berpegangan mulai dengan gerakan kekanan. Saat ini orang mulai hitung berapa lapis manusia yang hadir. Dalam Kanga yang tidak seberapa luas, bisa mencapai 7 lingkaran.
Ata sodha akan melihat seberapa semangat gawi yang dimainkan. Apabila sudah menunjukan kelelahan akan kembali ke gerakan awal, "wela ha'i".
Dalam gawi juga dikenal dengan 2 sebutan. Gawi Sia dan gawi Leja. Gawi sia yang dimainkan malam hari sampai matahari terbit. Sedangkan gawi leja, gawi pada siang hari atau setelah gawi sia.
Baca juga : Nama Bulan dalam bahasa Lio
Pada umumnya tarian gawi merupakan ungkapan syukur atas hasil panen kepada "Du'a gheta landi leja, Ngga'e ghale wena tana" (Tuhan ditengah matahari, Tuhan didasar bumi). Sehingga saat bermain gawi, semua dengan mengenakan pakaian lokal. Yang perempuan mengenakan pakaian Lawo (sarung daerah khusus perempuan) dan Lambu (baju adat khusus perempuan). Yang laki - laki mengenakan pakaian Ragi (sarung adat khusus laki - laki) dan lambu. Yang laki - laki bisa mengenakan baju ketiak atau baju alas juga bisa tidak mengenakan baju. Khusus untuk para tua adat (mosalaki) mereka akan memakai luka (selendang adat) dan lesu (destar). Tua adat wanita mengenakan baju hitam.
Larangan dalam gawi :
- Perempuan dan laki - laki tidak boleh dalam satu lingkaran atau berpegangan langsung antara perempuan dengan laki - laki. Yang perempuan selalu dibaris luar lingkaran. Hal ini berkaitan dengan kata "ga" atau segan. Untuk mencegah bersentuhan langsung antara menantu pria dengan ibu mertua atau sebaliknya antara mertua pria dengan istri dari anak laki-laki.
- Setiap barang yang jatuh seperti sapu tangan, tas kecil, hp dan lainnya saat bermain tandak, dilarang untuk mengambil sendiri. Wajib diambil oleh tetua adat yang berhak.
- Wajib memakai pakaian adat setempat.
- Dilarang memakai alas kaki.
- Dilarang membuat keonaran saat bermain tandak.