berbagi kemesraan tentang keanekaragaman budaya Nusantara

Tampilkan postingan dengan label Beranda. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Beranda. Tampilkan semua postingan

Tradisi Bagi Anak di Lio



Berdasarkan Undang - Undang Nomor 35 Tahun 2014 yang merupakan perubahan dari Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 1 menerangkan beberapa pengertian bahwa Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Orang Tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai Orang Tua terhadap Anak. Anak Terlantar adalah Anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial. Selengkapnya download 👇👇

UU No 35 Thn 2014 download disini

Anak Menurut Budaya Lio

Anak dalam bahasa Lio "ana". Beberapa ungkapan yang menerangkan "ana" dalam bahasa Lio bisa kita lihat dibawah ini. Ungkapan - ungkapan tersebut sangat mempengaruhi dengan status serta menjadikan anak bagian dari patriliear atau matrilinear.  
  1. Ngeu gi ngeda pe'pa. (berkembang biak).
  2. Nge le'ka tuka be'ka le'ka kambu. Beberapa suku kata ini menerangkan dilahirkan dari rahim ibu. "Nge le'ka tuka" berkembang dari perut. "Be'ka le'ka kambu". Kata "be'ka" artinya berkembang dan meluas. Seperti ungkapan "ae be'ka" artinya banjir dan meluap dari sungai. Kata "kambu" artinya lemak. Jadi "Nge le'ka tuka be'ka le'ka kambu" mengandung makna terlahir dari perut atau rahim. 
  3. Kolo nia. Kolo artinya kepala. Nia artinya dahi. Jadi "kolo nia" menerangkan bahwa anak tersebut menjadi bagian dari garis keturunan ayah / patrilinear atau garis keturunan ibu / matrilinear. 
  4. Bagi ana atau bagi anak. Bagi anak terjadi karena jenis perkawinan ayah dan ibu dari anak tersebut.
  5. Wangga wo'o kili rembi. Wangga artinya pikul. Wo'o artinya busur panah. Kili artinya membawa sesuatu wadah yang digantung sebelah menyebelah dipundak. Rembi artinya bakul anyaman dengan tali panjang berukuran sedang.
  6. Mutu gu ia pai atau ha'i sada mutu. Ungkapan ini  menerangkan kematian.
  7. Ka kana ru'e nggewu. Ungkapan kepada ayah yang sampai ajalnya tidak bisa membawa istri dan anak - anaknya ke rumahnya untuk menjadikan istri dan anaknya patrilinear.

Sebagian ulayat di Lio sangat pegang teguh tradisi bagi anak. Dalam tradisi pembagian anak, sang anak akan menjadi bagian dari rumpun keluar ayah atau rumpun keluarga ibu. Anak yang yang meneruskan garis keturunan ayah akan bekerja di ladang, sawah milik sang ayah dan akan meneruskan tradisi leluhur di rumpun keluarga ayah. Begitupun kalau anak menjadi penerus generasi sang ibu. 

Baca Juga : Perkawinan Adat Lio 

Mungkin hal semacam ini sangat sulit dipahami karena tidak terjadi di ulayat Lio lainnya. Tetapi disebagai Lio sebut saja Wologai, Nduaria, Peibenga, Mukureku ,Wolobewa tradisi ini masih dipegang teguh sampai sekarang. 

Jadi "ana" menurut sebagian orang Lio yaitu "eo nge le'ka tuka ine kambu ame mo tau susu nggua nama bapu".

Tradisi Bagi Anak di sebagian Lio

Tradisi pembagian anak dimulai dengan jenis perkawinan dari ayah dan ibu sebelumnya. Tradisi yang menyebabkan terjadinya bagi anak yaitu dari jenis perkawinan "Dei ngai pawe ate" atau perkawinan yang terjadi atas dasar "suka sama suka" dari pasangan tersebut tanpa diketahui oleh orang tua dari pihak lelaki dan pihak wanita. Beberapa ungkapan yang menerangkan jenis perkawinan suka sama suka seperti "dei le'ka kaju pawe le'ka ae" atau "tei pare wole bewa jawa bupa ria" atau "tei taka te'a lo ere". 

Secara harafiah ungkapan "dei ngai pawe ate". Yang mana dei (suka) ngai (napas) pawe (baik) ate (hati) atau mengandung arti gadis yang dipilih karena cinta dan pria menyukainya. Juga diumpamakan “dei leka kaju pawe leka ae, yang mana dei (suka) le'ka (pada) kaju (kayu) pawe (baik) le'ka (pada) ae (air). Si pria megibaratkan kekasihnya seperti kayu dan air. Si pria menyukai kayu dan air tersebut. Perumpaan lainnya “tei taga te’a lo ere” yang mana "tei (lihat) taga (betis) te’a (menguning atau matang) lo (tubuh) ere (mempesona) mengandung arti si pria memilih kekasih karena melihat betis seperti bulir padi yang menduning, badannya halus nan cantik. Perumpaan lainnya “tei pare wole bewa jawa dupa ria” yang mana tei (lihat) pare (padi) wole (tangkai) bewa (panjang) jawa (jagung) dupa (batang) ria (besar). Si pria mengibaratkan kekasikan yang dinaksir ibarat setangkai padi panjang dan sebatang jagung besar. 

Semua perumpaan diatas menerangkan bahwa pria memilih kekasihnya karena rasa kagum dan perasaan cinta kepala kekasihnya. Dari rasa kagum dan cintanya dia mengutarakan perasaannya kepada wanita pilihannya. Si wanita tersebut menerima cinta si pria tersebut. Mereka sepakat untuk membina rumah tangga atas dasar suka sama suka. Karena suka sama suka atau dasar perkawinannya “cinta” maka tahap perkawinanya tidak dilalui dari  tahap awal. Tidak melalui proses masuk minta. Perkawinan jenis ini terjadi bisa karena mempelai wanita sudah hamil, mempelai laki-laki langsung tinggal dirumah perempuan dan langsung jadian. 

Sekarang lebih dikenal dengan istilah “kawin masuk” dimana mempelai laki-laki akan meninggalkan keluarganya dan tinggal bersama dengan keluarga mempelai wanita. Dalam kehidupan sehari – hari sang ayah dari mempelai wanita akan mengatakan “pati topo lelo eo bosu talo, pati su’a dhawe eo lemba talo” (diserahkan tofa dan parang untuk bekerja kebun yang tidak ada habisnya). Artinya mempelai pria dengan status kawin masuk akan di bahasakan : “ko’o lo’o re’wo boko” (jadi bagian dari keluarga wanita). Bila statusnya sampai mempelai laki meninggal, maka istilah untuk orang terssebut menjadi “ka kana ru’e ngewu”. 

Perkawinan jenis ini bukan berarti yang pria tidak bisa lagi menebuskan belis. Bisa ditebus dengan beberapa syarat, diantaranya :

  1. Saat saudara laki dari sang istri/ipar/eja menikah, dimana ada bahasa “weta wa’u nara nai” (saudara perempuan keluar rumah saudara laki-laki masuk rumah), artinya dalam hal membelis semua tuntutan dari keluarga istrinya ipa/eja menjadi tanggungjawabnya. Ini terjadi ketika saudara laki - laki atau dari istrinya menikah atau dalam bahasa Lio dikenal dengan sebutan "eja". Setelah mengetahui tuntutan dari calon istri dari eja dia sanggup memberikan semua belis dari keluarga besar eja nya. 
  2. Bila mempelai sudah banyak memberi hewan atau lainnya, “dia” bisa mengeluh dan berkata, “wara ku baja r’wa, kolo ku ro r’wa”. Disini sang pria dan keluarganya sudah siap untuk membicarakan belis, ulang dari awal. Yang sudah diberikan bisa diperhitungkan dan bisa juga tidak diperhitungkan atau dikenal dengan sebutan "ngawu lewa".

Pembagian anak terjadi saat ayah atau ibu meninggal dunia. Saat meniggal dunia baik keluarga ayah ataupun keluarga ibu dahulukan tradisi penguburan. Dari pihak ayah akan melaksanakan tradisi membawa atau menanggung hewan atau yang dikenal dengan sebutan "wurumana". Sampai pada malam ke empat setelah penguburan, keluarga dari sang ayah akan ke rumah keluarga sang ibu, menyampaikan bahwa ada hal yang harus dibicarakan. Keluarga sang ibu juga akan menyampaikan kepada semua tetuanya untuk ikut serta dalam forum tersebut. 

Baca Juga : Wurumana

Ketika sudah berkumpul, dari keluarga sang ayah akan menyampaikan maksud kedatangan mereka. 

"kami mai po ina na, ndu po no'o ana, ema, eda, tu'a kita eo mutu gu ia pai. Kami no ate mete, ra eo kai reki mo tau kili rembi wangga wo'o ghe ngeni. Mo tau susu nggua nama bapu ema ghe. 
Artinya : Maksud kedatang kami ini dengan anak, bapak, keponakan (ayah bila sang ayah yang meninggal) yang sudah meninggal. Kami dengan harapan anak dari dia juga untuk melanjutkan tradisi leluhur dikeluarga bapaknya.

Dalam pembagian tradisi pembagian anak, bisa dilaksanakan apabila selama hidupnya sang ayah selalu melaksanakan "wurumana" setiap ada hajatan di keluarga sang ibu. Dengan wurumana tersebut, menjadi pertimbangan keluarga besara sang ibu apakah bisa dilaksanakan tradisi pembagian anak atau tidak. Kalau disetujui karena layak dilaksanakan pembagian anak, maka putra dan putri sulung menjadi penerus garis keturunan sang ibu. Ungkapan lokalnya dikenal dengan "sa weta sa nara ana sa're pa'a" atau "ana wawo pare". Sedangkan anak ke 3 dan seterusnya meneruskan garis keturunan ayah.

Apabila anak putra tunggal maka dilihat saat sang anak menikah. Ketika sang anak menikah dan pem-beli-san sang anak ditanggung bersama makan sang anak akan dikenal dengan sebutan, "ana ke'la embu wisa". Yang artinya sang putra tersebut meneruskan garis keturunan ayah dan juga garis keturunan ibu. Kalau putri tunggal jarang terjadi pembagian. Sang putir menjadi penerus garis keturunan ibu. Sang putri dianggap manusia asli dalam rumah, yang sewaktu - waktu bisa dinobatkan menjadi "ine ria fai ngg'e" atau yang melaksanakan semua seremonial adat dalam rumah.

Tradisi pembagian anak tersebut berdampak pada kehidupan sehari - hari. Sejak terjadi kesepakatan pembagian anak, maka yang meneruskan garis keturunan ayah akan bekerja pada lahan atau tanah garapan keluarga sang ayah. Sebaliknya dengan anak yang meneruskan garis keturunan dang ibu akan bekerja di lahan atau tanah milik keluarga sang ibu. Pembagian lahan garapan ini tidak berlaku pada tanah atau lahan yang diperoleh karena usaha bersama dari ayah dan ibu. 

Tulisan ini masih jauh dari kata "Sampoerna". Apabila ada koreksi, saran dan kritiknya muatkan dalam komentar bibawah ini.

Share: Youtube

Satuan Ukuran di Lio Ende

 Oleh : Ludger S




Dalam kehidupan sehari - hari tentu secara sadar maupun tak sadar kita menjalani ukuran atau takaran dalam satuan tertentu. Seperti saat kita ke kebun, ke kantor, ke sekolah dan aktivitas lainnya secara tak sadar kita telah mengukur kegiatan kita dengan satuan ukuran tertentu. Kita telah mengukur jarak dari rumah ke kebun ke sekolah, ketempat kerja. Selalu dan selalu mengukur setiap aktifitas kita dengan satuan ukuran panjang, lebar, luas, tinggi, dalam, besar, kecil, banyak sedikit dan lainnya. 

Berbagai jenis satuan ukuran :
1. Satuan Ukuran Panjang
2. Satuan Ukuran Luas
3. Satuan Ukuran Berat
4. Satuan Ukuran Volume
5. Satuan Ukuran Waktu 
Satuan Ukuran Panjang
Secara umum semua manusia didunia mengenal sistim metrik untuk mengetahui ukuran panjang. Beberapa negara seperti Amerika, India, menggunakan sistim imperial untuk mengetahui ukuran panjang. Di kebudayaan Lio kita akan mengetahui satuan ukuran panjang seperti :  
1. Fate atau Safate = seukuran ruas jari
2. Buku atau Sabuku = seukuran ruas bambu
3. Paga atau Sapaga = seukuran jengkal
4. Siku atau Sasiku = seukuran ujung jari sampai siku
5. Kasa atau Sakasa = sukuran ujung jari sampai setengah dada
6. Re'pa atau Sarepa = seukuran depa
7. Baga atau Sabaga = seukuran langkah
8. Tali atau Satali = seukuran tali
9. Be'la atau Sabe'la = seukuran bambu 
10. Ga'pe atau saga'pe = seukuran bambu yang sudah dipatok

Penggunaan dalam keseharian tergantung situasinya. Misalnya saat pembagian lahan tanah garapan, tuan adat akan menyebutkan satuan ukuran "satali sabela". Sehingga istilah adat saat pelaksanaan pembagian lahan garapan disebut dengan, "pati tali boka bela". Saat pembngunan rumah, sering menggunakan satuan panjang, "paga, siku, repa"

Pati Tali Boka Be'la, hanya digunakan saat pembagian lahan kepada "ana kalo fai walu" (warga ulayat adat). Lahan ini bisa dari pembukaan hutan adat, atau tanah adat lainnya. Dalam hal "pati tali boka be'la" satuan ukuran panjang yang digunakan, tali yang diambil dari hutan dan "be'la" berupa bambu yang sangat tipis. Maaf saya tidak tahu apa nama latin atau bahasa Indonesia nya. Tali dan be'la yang sudah disiapkan oleh mosalaki akan menjadi ukuran luas kebun warga. Sebutan lokal, "satali sabe'la". Yang mana tali menjadi ukuran panjang dan be'la menjadi ukuran lebar. 

Pembangunan Rumah. Dalam hal Pembangunan rumah, satuan ukuran panjang yang sering digunakan adalah, "paga, suku, re'pa, papa, ga'pe.Ini terungkap dalam Pembangunan "Keda" dengan sebutan "Sasiku sapaga".

Satuan Ukuran Luas
1. Kebe / Sakebe = sepetak sawah / ladang
2. Uma / Sauma = sekebun
3. Ngebo / Sangebo = sekebun
4. Tiwu / Satiwu = sekolam
5. Kuru / Sakuru = sepadang
Dalam keseharian satuan ukuran luas dapat dilihat di lahan garapan warga baik seperti "uma (kebun), rano (sawah)".  Di suku Lio ada lahan garapan warisan yang terdiri dari beberapa penggarap yang disebut "nge'bo"

Satuan Ukuran Berat
1. mbola/benga = bakul anyaman dari bahan bambo
2. nggala = khas adat untuk menyimpan emping dan beras seremonial 
3. rombo = serupa bakul  
4. boro 
5. lepo 
6. kidhe
 
Satuan Ukuran Volume
1. nge'nda
2. kopo
3. kuwi / ruwi
4. kumu

Satuan Ukuran Waktu
1. sa kobe = semalam
2. sa leja = sehari
3. Sa ngai = seukuran tarikan napas
4. Sa wula = sebulan
5. Sa kiwa = setahun

Share: Youtube

Mengenal Bilangan Dasar Orang Lio

 Oleh : Ludger S




Secara singkat para ahli matematika mendefenisikan bilangan sebagai sesuatu yang menunjukkan banyaknya sesuatu. ST. Negoro dan B. Harahap dalam bukunya yang berjudul Ensiklopedia Matematika, menyebutkan bahwa bilangan adalah suatu ide yang bersifat abstrak, bukan merupakan simbol atau lambang dan bukan pula lambang bilangan. Bilangan memberikan keterangan mengenai banyaknya anggota pada suatu himpunan. Banyaknya anggota kedua himpunan itu dinyatakan dengan bilangan. Untuk membedakan bilangan yang satu dari yang lain, diperlukan “nama”. Seperti nama bilangan dari himpunan A dan B pada permisalan di atas adalah “Tiga”. Nama yang diberikan kepada bilangan tidak sama, tergantung pada bahasa yang dipergunakan, misalnya: Orang Cina menamakan bilangan tiga dengan “sam”. Orang Inggris dengan “three”, Orang Lio dengan “telu”, dan lain sebagainya.

Suatu bilangan dinyatakan dengan lambang bilangan yang disebut Angka. Penulisan angka ini bermacam-macam yang dapat dinyatakan dengan lambang. Sebaliknya, setiap lambang hanya mewakili sebuah bilangan saja, seperti lambang 4 hanya mewakili bilangan empat saja. Jadi setiap bilangan dapat diwakili oleh lebih dari satu lambang, dan sebaliknya setiap lambang hanya mewakili satu bilangan saja.

Sama seperti budaya lain yang tersebar di Nusantara. Dalam kehidupan sehari - harinya setiap adat dan tradisi mempunyai sistim bilangan masing masing - masing. 

 

Baca Juga : Wurumana Part1


Bilangan Orang Lio 

Mari kita membuktikan bilangan asli yang ada di Suku Lio Ende

1 = esa 
2 = rua
3 = telu
4 = sutu
5 = lima 

Apakah orang Lio tidak mengenal bilangan dasar 6, 7, 8, 9, 10?

Bulangan 6 - 10 adalah hasil penjumlahan dari bilangan asli.

6 = enam : lime esa = lima tambah esa (5 + 1)
7 =  tujuh : lima rua = lima tambah rua (5 + 2)
8 = delapan : rua mbutu atau rua mbotu = kurang 2 jadi sepuluh.
9 = sembilan : tera esa = kurang sedikit jadi sepuluh. Ini dari kata "te'ra / tera" yang menenrangkan sedikit lagi.
10 = sepuluh : sambulu = Sa mbulu menerangkan angka persepuluhan.

Sejauh ini saya belum mendengar angka "0" dalam bahasa daerah Lio 


Share: Youtube

Mosalaki Sebagai Pemimpin Adat Masyarakat Suku Lio di Ende

 oleh : Ludger S.


Banyak ulasan tentang Lio atau kata Lio. Disini saya hanya mengulas tentang Suku Lio dari "Lio Sa Ligo Dongo Sa Pongo" dari garis keturunan "Ndange Beke dan Ngenda Beke". Mereka yang menempati kampung Nua One, Lise Boko, Lise Laka dan seterusnya. 

Secara umum banyak yang mengenal Lio adalah satu Suku yang terletak di kabupaten Ende. Sebenarnya Lio terdiri dari beberapa suku. Ada suku Unggu, Wologai, Lise, Mbuli, Moni dan lain sebagainya. Semua dengan berbagai kekhasan sukunya. Dari nama rumah adatnya, dari mata pencahariannya dan dari berbagai unsur - unsur budaya yang menggaris bawahi perbedaan antara mereka. Diantaranya dari "sistim kepemimpinan" masing - masing suku. 

Kepemimpinan di suku Lio umumnya dilihat dari hak ulayat. Ada hak persekutuan adat, ada hak tunggal. Ini berdasarkan hak atas tanah yang mereka tempati dan mereka miliki. Disebut persekutuan karena dalam suatu ulayat terdiri dari beberapa clan adat yang membentuk satu kampung persekutuan adat. Yang hak tunggal karena kepemilikan tanah ulayat merupakan hak perseorangan. Kepemimpinan Adat adalah sistem kepemimpinan yang ditetapkan secara adat untuk mengatur penguasaan, pemanfaatan, dan pengelolaan wilayah masing - masing terutama masalah penguasaan lahan. Pemimpin adat dipimpin oleh "Mosalaki".  

Baca Juga : Perkawinan Adat Lio di Kampung Wologai

MOSALAKI

Mosalaki terdiri dua suku kata, "Mosa" yang berarti jantan atau laki - laki dan "laki" yang berarti tuan.  Dibeberapa kampung persekutuan adat terdiri dari beberapa orang mosalaki. Sedangkan dibeberapa kampung adat yang mempunyai hak tunggal, hanya ada satu mosalaki. 

Mosalaki Adat Persekutuan 
Sebagai pemimpin persekutuan adat dalam kepemimpinannya untuk mengatur penguasaan, pemanfaatan, dan pengelolaan wilayah terutama dalam penguasaan lahan, sejak turun temurun sudah membagi peran kebeberapa mosalaki. Pembagian ini berdasarkan garis keturunan dalam masing - masing rumah adat. 

Sebagai contoh. Sebut saja Kampung A dipimpin oleh mosalaki yang bernama Ngenda. Dalam kesehariannya ada beberapa seremonial adat yang harus dijalankan. Seperti seremonial "Po'o, keti uta" dan lain sebagainya. Ngenda memiliki 2 anak laki - laki. Ngenda akan membagi tugas kepada anaknya untuk melaksanakan seremonial adat tersebut. Maka anak Ngenda akan disebut laki dengan seremonial adat sesuai tugas dan fungsinya.

Pada dasarnya, mosalaki adalah satu orang dalam satu wilayah. Pembagian peran dan tugas terjadi karena terlahirnya beberapa anak laki - laki dari sang mosalaki. Anak sulung akan menerima warisan kesulungan. 

Pembagian Mosalaki

Disetiap kampung adat yang merupakan persekutuan adat, ada beberapa mosalaki. Sesuai haknya ada beberapa pembagian mosalaki :
1. Mosalaki pu'u
2. Mosalaki ria bewa
3. Mosalaki sa'o (mosalaki yang berhak atas masing - masing rumah adat).
4. Mosalaki kopo kasa (Mosalaki yang berhak atas suatu distrik ulayat).
dan lain sebagainya.

Sesuai peran dan fungsinya, mosalaki dikenal dengan sebutan :
1. Mosalaki pu'u
2. Mosalaki ria bewa
3. Mosalaki pu maru
4. Mosalaki koe kolu
5. Mosalaki kago kao 
6. Mosalaki te'ka be'ga kore mbore
7. Mosalakai pati tali boka be'la 
dan lain sebagainya.

Sedangkan untuk menjalankan tugas sesuai peran dan fungsinya, masing - masing ulayat adat memiliki perbedaan sesuai warisan leluhurnya. 
Secara asal usul, semua mosalaki adalah saudara sekandung. Sejak berkembang biak yang dalam bahasa lio dikenal dengan sebutan, "ngeu gi nge'da pe'pa" terjadi pembagian hak, tugas dan fungsi mosalaki.

Simbol Kebesaran Mosalaki
Secara umum setiap mosalaki dapat dilihat dalam kesehariannya dalam hal berpakaian. Mosalaki akan mengenakan "lesu" atau destar. Saat pelaksanaan seremonial adat, mosalaki akan mengenakan "lesu dan luka (selendang adat)". Ini mengartikan bahwa mosalaki ini berhak atas tanah dan batu di ulayat adatnya. 
Simbol kebesaran mosalaki juga terlihat dari tugas dan gungsinya. Selain itu juga akan terlihat dari besar kecilnya pembagian daging atas hewan yang disembelih.  

Hak - Hak Mosalaki

Hak atas Seremonial Adat.
Dalam kehidupan sehari - hari, masyarakat Lio diwariskan dengan berbagai seremonial adat yang sudah ditetapkan sejak generasi pendahulu. Seremonial - seremonial adat tersebut merupakan bagian dari kehidupan yang tak terpisahkan. Seperti seremonial adat terhadap kelahiran dikenal dengan sebutan, "wa'u nata, nira nio" atau sebutan lainnya. Sremonial saat pembangunan rumah baru, "ndeku le'ke" yang sekarang dikenal dengan sebutan, Peletakan Batu Pertama". Seremonial - seremonial adat tersebut wajib hukumnya harus dilaksanakan oleh mosalaki. 

Baca Juga : Hukum Adat Lio 

Hak atas Tanah Ulayat
Sesuai dengan perannya, mosalaki berhak atas tanah ulayatnya. Tanah - tanah ulayat mempunyai batas yang jelas. Ulu (batas awal tanah), eko (batas akhir tanah), langi (batas bersebelahan) dipatok secara jelas sehjak turun temurun. Seluas tanah ulayat akan diberikan kepada masing - masing anggota clan adat sesuai susunan rumah adatnya. 

Setiap warga berhak mendapatkan lahan untuk pemukiman, membuat kebun ladang dan kegiatan lain sesuai dengan peruntukannya. Hak warga atas tanah ulayat hanya sebatas HAK GARAP. Baik kepemilikan atas tanah tersebut yang dia dapatkan melalui pembagian dari mosalaki, warisan, meminjam atau menyewa. Secara rinci asal kepemilikan atas lahan secara individu masyarakat adat suku Lio adalah sebagai berikut : 

     1. Lahan hasil pembukaan hutan
Setiap warga yang ikut serta dalam pembagian lahan dari mosalaki atas tanah ulayat saat pembukaan hutan adat untuk tujuan berkebun atau tujuan lainnya mereka memiliki hak garap atas lahan yang telah dibukanya. Lahan hasil pembukaan hutan oleh mosalaki tersebut merupakan milik individu pembuka lahan dan dapat diwariskan kepada keturunannya.
Ketentuan ini tidak berlaku bagi warga pendatang, kecuali warga tersebut telah diterima sebagai anggota masyarakat adat setempat dan selanjutnya memiliki hak yang sama untuk memanfaatkan lahan tersebut untuk keperluan perladangan atau perkebunan. 
      2.Lahan warisan 
Kepemilikan lahan dapat pula diperoleh dari hasil warisan orang tuanya atau warisan masing - masing rumah adat. Sistem pewarisan masyarakat suku Lio adalah hak warisan diberikan kepada anak laki-laki juga kepada anak perempuan. Namun anak perempuan tersebut berhak memanfaatkan lahan untuk kepentingan berkebun atau kepentingan lainnya atas persetujuan saudara laki-lakinya. Menurut ketentuan adat, anak perempuan walaupun tidak berhak atas warisan lahan, saudara laki-lakinya wajib memberikan makan kepada saudara perempuannya. Seorang anak perempuan tidak menerima warisan dari orang tuanya karena dia akan mendapatkan lahan dari suaminya apabila dia telah menikah.
Ini tidak berlaku pada dengan jenis perkawinan tertentu yang menerangkan "kawin masuk". Lahan hasil warisan sifat kepemilikannya adalah mutlak dan dapat dimanfaatkan oleh pemiliknya sesuai dengan kemampuannya. Hak atas lahan hasil warisan ini dapat dipindah tangankan sesuai dengan aturan adat.  

Secara umum, tanah ulayat di suku Lio tidak diperbolehkan untuk jual beli. 


Hak dalam Hukum adat.
Hak ini terjadi pada Perkawinan adat, Pelanggaran atas larangan adat, Putusan adat atas perkara dalam kehidupan. 

  



Share: Youtube

"Gawi" Tarian Adat Suku Lio di Ende Flores

Oleh : Ludger S


Sebelum kita membahas tentang Gawi atau Tarian Gawi ada baiknya kita mengenal beberapa hal penting tentang gawi.

Kanga. Tempat bermain tandak. Berbentuk lingkaran dari batu - batu alam yang membentuk pagar kelilingnya dengan Tubu (stupa) dalam lingkarannya. Kanga dikenal dengan 2 jenis. Ada "kanga le'ko" untuk para pemula yang mau melatih gawi dan Kanga yang asli dan sakral untuk bermain tandak. 

Bpk. Serilus Seko
Ata Sodha di Kampung Wologai

Ata Sodha. Terdiri dari 2 suku kata "ata" dan "sodha". Ata artinya orang. Sodha artinya nyanyian solo tanpa musik untuk mengiringi tarian gawi dengan syair - syair bahasa lokal yang mengarahkan orang - orang untuk mengikuti irama sodha dalam bermain Tandak (gawi) untuk menghentakan kaki. Sodha hanya boleh dilakukan oleh 1-2 orang. 1 orang solo tunggal dan 1 lainnya pengiring.

Ulu. Pemimpin Gawi itu biasa disebut dengan ungkapan Ulu. Ulu memberikan aba-aba kepada para peserta tarian dengan menggerakkan tongkat yang berjumbai ekor sapi atau ekor hewan lainnya ditangan kirinya. Ulu memberikan semangat kepada peserta gawi terutama kepada Naku Ae

Eko. Orang kedua yang memimpin Gawi adalah Eko. Eko berperan menjaga keberlangsungan tarian Gawi dengan cara merapatkan peserta gawi untuk tidak terlalu berjauhan. 

Naku Ae. Naku Ae ini terdiri dari beberapa pemuda yang berperawakan gagah yang bertugas untuk memeriahkan Gawi. Naku Ae dengan semangat bermain Gawi, mereka berupaya agar seluruh peserta dapat ikut larut dalam kegembiraan bersama dalam tarian itu.

Baca Juga : The Exotic Traditional Wologai Village

Ana Rusa. Adalah seorang laki - laki yang memberi semangat kepada peserta gawi. Ana Rusa selalu dalam lingkaran gawi. Bergerak kesana kemari dengan gerakan tubuh seperti menghipnotis orang untuk tetap bermain tandak / gawi. 

Gawi 

Gawi adalah tarian tradisional yang dilakukan secara masal di beberapa suku Lio Kabupaten Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tarian ini merupakan salah satu tarian adat masyarakat suku Ende Lio sebagai ungkapan rasa syukur atas segala rahmat yang diberikan oleh Tuhan kepada mereka. Biasanya gawi dimainkan saat puncak seremonial adat mensyukuri hasil panen dan awal mula musim tanam. Tariian Gawi yang dilakukan secara masal dengan saling berpegangan tangan dan membentuk formasi lingkaran.

Kata Gawi sendiri terdiri dari 2 suku kata. "Ga" yang berarti segan dan "Wi" yang berarti tarik. Sehingga saat bermain gawi, setiap orang saling tarik dalam pegangan untuk menjaga kerenggangan dan saling menjaga orang disamping kiri kanannya dalam sikap santun "segan".

Gawi atau yang dikenal dengan sebutan Tandak dimainkan setelah seremonial adat "ia keu". (Apa itu "ia keu" silahkan berkunjung ke Kampung adat Wologai). 

Dalam Gawi dikenal dengan dua istilah lainnya, yakni "wela ha'i" dan "ha'i rua". Wela Hai lebih tepatnya disebut irama tunggal. Ini dilakukan saat ata sodha permulaan "oro'.Saat wela ha'i, semua peserta gawi mengikuti putaran kekiri. Saat wela ha'i juga, saat dimana ata sodha menyanyikan sejarah singkat tentang suku dimana dia berada. Menjelaskan siapa saja sebagai pemangku adat (mosalaki), siapa saja yang berperanan dalam tugas adatnya. Saat wela ha'i juga semua peserta gawi diminta hening, beberapa kali menyahut oro dari ata sodha.

Ha'i Rua. Saat ha'i rua, semua peserta gawi bergerak kearah kanan. disini mulai menunjukkan peran masing - masing. Ata sodha mulai dengan nyanyian menghibur, pantun. Ulu mulai memberikan semangat. Naku ae mulai meliuk - liuk badannya memberi semangat. Tetap dalam lingkaran saling berpegangan mulai dengan gerakan kekanan. Saat ini orang mulai hitung berapa lapis manusia yang hadir. Dalam Kanga yang tidak seberapa luas, bisa mencapai 7 lingkaran. 

Ata sodha akan melihat seberapa semangat gawi yang dimainkan. Apabila sudah menunjukan kelelahan akan kembali ke gerakan awal, "wela ha'i".  

Dalam gawi juga dikenal dengan 2 sebutan. Gawi Sia dan gawi Leja. Gawi sia yang dimainkan malam hari sampai matahari terbit. Sedangkan gawi leja, gawi pada siang hari atau setelah gawi sia.

Baca juga : Nama Bulan dalam bahasa Lio

Pada umumnya tarian gawi merupakan ungkapan syukur atas hasil panen kepada "Du'a gheta landi leja, Ngga'e ghale wena tana" (Tuhan ditengah matahari, Tuhan didasar bumi). Sehingga saat bermain gawi, semua dengan mengenakan pakaian lokal. Yang perempuan mengenakan pakaian Lawo (sarung daerah khusus perempuan) dan Lambu (baju adat khusus perempuan). Yang laki - laki mengenakan pakaian Ragi (sarung adat khusus laki - laki) dan lambu. Yang laki - laki bisa mengenakan baju ketiak atau baju alas juga bisa tidak mengenakan baju. Khusus untuk para tua adat (mosalaki) mereka akan memakai luka (selendang adat) dan lesu (destar). Tua adat wanita mengenakan baju hitam.

Larangan dalam gawi :

  1. Perempuan dan laki - laki tidak boleh dalam satu lingkaran atau berpegangan langsung antara perempuan dengan laki - laki. Yang perempuan selalu dibaris luar lingkaran. Hal ini berkaitan dengan kata "ga" atau segan. Untuk mencegah bersentuhan langsung antara menantu pria dengan ibu mertua atau sebaliknya antara mertua pria dengan istri dari anak laki-laki.
  2. Setiap barang yang jatuh seperti sapu tangan, tas kecil, hp dan lainnya saat bermain tandak, dilarang untuk mengambil sendiri. Wajib diambil oleh tetua adat yang berhak. 
  3. Wajib memakai pakaian adat setempat.
  4. Dilarang memakai alas kaki.
  5. Dilarang membuat keonaran saat bermain tandak.
Yang tidak taat pada larangan akan dikenakan sanksi adat (poi) berupa binatang yang besar kecilnya sesuai dengan kesalahannya.



Share: Youtube

Desa Nuaone, Wolojita dan Wolondopo

Oleh : Ludger S

Rega, Cino, Dino, Ecclesia di kampung Wolondopo

Nuaone merupakan salah satu desa yang ada di kecamatan Detusoko, kabupaten Ende, provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia dengan kodepos 86371. Desa ini memiliki jumlah penduduk yang sebagian besar beragama Katolik tetapi ada juga yang sebagian Islam dan penduduknya sebagian besar bersuku Lio daerah Flores.

Seperti kampung - kampung adat lainnya yang ada di suku Lio Ende Flores NTT, pemukiman tradisional adalah asset kawasan yang dapat memberikan ciri ataupun identitas lingkungan, identitas kawasan tersebut terbentuk dari pola lingkungan, tatanan lingkungan binaan, ciri aktifitas sosial budaya dan aktifitas ekonomi yang akan yang khas. Pola tata ruang pemukiman mengandung tiga elemen, yaitu ruang dengan elemen penyusunnya (bangunan dan ruang di sekitarnya), tatanan (formasion) yang mempunyai makna komposisi secara paten atau model dari suatu komposisi.Arsitektur Suku Ende Lio merupakan ungkapan dan cerminan sosial budaya masyarakatnya, sebagaimana dijelaskan di dalam bagian-bagian permukiman yang ada di permukiman Suku Ende Lio. Setiap hasil karya yang diciptakan benar-benar mempunyai landasan yang kuat dan khas, baik struktur, bentuk, tata ruang, dan juga pemakaian ornamen-ornamennya. 

Kunjungi Youtube : Rega Tarewazi 

Bentuk yang khas dan spesifik tersebut mampu menampilkan bentuk yang selaras dengan lingkungannya. Walaupun ada kontradiksi bentuk yang ditemukan tetapi ada keserasian antara alam dan lingkungan binaan yang diciptakan sehingga bentuk yang mempunyai dasar yang kuat dan ciri khas tersebut mudah diingat dan dikenal orang atau pengamat karena elemen-elemen yang ditampilkannya mempunyai satu kesatuan yang membentuk satu permukiman adat.

Baca juga 👉  Wanda Pa'u Tarian Khas Ende

Keberadaan permukiman tradisional Suku Ende Lio adalah jawaban atas tuntutan kebutuhan akan rumah dan kampung tempat tinggal bersama. Nenek moyang etnis ini dalam membangun rumah dan permukiman adat telah menggunakan teknologi dan arsitektur tersendiri sebagai manifestasi hasil cipta, karsa dan karya seni budaya di zamannya. Sejarah membuktikan bahwa jauh sebelum peradaban modern, wilayah Ende Lio memiliki kemampuan dalam mengekspresikan seni budayanya yaitu, dalam bentuk karya sebuah permukiman tradisional yang bernilai tinggi arsitekturnya,hal ini merupakan sebuah tradisi turun temurun dalam masyarakat Suku Ende Lio. Rumah tradisional Suku Ende Lio yang lazimnya disebut dengan Sao Ria (Rumah besar), merupakan suatu bangunan rumah adat yang bagian luar dan dalamnya mengandung arti dan makna tersendiri, serta secara keseluruhan merupakan cermin dari sistem kekerabatan. Selain Sao Ria ada juga bangunan pendukung lainnya adalah "Keda" merupakan tempat dilaksanakan musyawarah adat beserta upacara-upacara adat, Kanga (arena lingkaran) adalah pelataran yang berbentuk bulat dan berpagar batu merupakan tempat suci dan simbol kekuatan di situlah para moyang dikuburkan dan diberi persembahan serta tempat untuk melangsungkan upacara adat, Tubu Musu (Tugu batu) yang letaknya pada bagian tengah kanga atau arena lingkaran, perletakannya ditangani oleh seorang Ibu atau orang lainnya yang ditunjuk. Tubu Musu sebagai lambang kekuasaan yang dianggap tempat sakral. Tubu mbusu biasa terbuat dari batu lempeng atau sejenis batu lonjong yang di anggap sakral oleh Suku Ende Lio merupakan warisan leluhur, walaupun di beberapa tempat sudah mengalami perubahan dan kepunahan dari bentuk aslinya akibat proses alam, perjalanan waktu, dan ulah manusia, namun demikian tetap mempunyai nilai sejarah. 

Arsitektur Suku Lio Ende merupakan ungkapan dan cerminan sosial budaya masyarakatnya, sebagaimana dijelaskan di dalam bagian-bagian permukiman yang ada di permukiman Suku Ende Lio. Setiap hasil karya yang diciptakan benar-benar mempunyai landasan yang kuat dan khas, baik struktur, bentuk, tata ruang, dan juga pemakaian ornamen-ornamennya. Bentuk yang khas dan spesifik tersebut mampu menampilkan bentuk yang selaras dengan lingkungannya. Walaupun ada kontradiksi bentuk yang ditemukan tetapi ada keserasian antara alam dan lingkungan binaan yang diciptakan sehingga bentuk yang mempunyai dasar yang kuat dan ciri khas tersebut mudah diingat dan dikenal orang atau pengamat karena elemen-elemen yang ditampilkannya mempunyai satu kesatuan yang membentuk satu permukiman adat. Karakteristik permukiman tradisional Suku Ende Lio memiliki kekhasannya tersendiri. Hal ini bisa dilihat dari pola permukimannya yang memiliki berbagai macam bentuk lansekap tradisional sesuai dengan karakter yang saling berkaitan dengan nilai-nilai budaya Suku Lio Ende. Permukiman tradisional Suku Lio Ende saat ini masih banyak dijumpai keberadaannya. Bisa dilihat dari permukiman adat Desa Wolotopo di Kecamatan Ndona, permukiman Adat Desa Wolotolo di Kecamatan Detusoko, permukiman adat Wologai di Kecamatan Detusoko, permukiman Adat Desa Ko’a Nara di Kecamatan Kelimutu, permukiman Adat Desa Mbuli di Kecamatan Wolowaru dan permukiman adat Desa Wololele A di Kecamatan Wolowaru yang semuanya masih memegang teguh adat istiadatnya serta bangunan tradisionalnya. 

Kunjungi YouTube : Gerunion Creator

Permukiman tradisional sering dipresentasikan sebagai tempat yang masih memegang nilainilai adat dan budaya yang berhubungan dengan nilai kepercayaan atau agama yang bersifat khusus atau unik pada suatu masyarakat tertentu yang berakar dari tempat tertentu pula di luar determinasi sejarah (Sasongko 2005). Menurut Sasongko (2005), bahwa struktur ruang permukiman digambarkan melalui pengidentifikasian tempat, lintasan, batas sebagai komponen utama, selanjutnya diorientasikan melalui hirarki dan jaringan atau lintasan yang muncul dalam suatu lingkungan binaan mungkin secara fisik ataupun non fisik yang tidak hanya mementingkan orientasi saja tetapi juga objek nyata dari identifikasi. Bangunan tradisional juga memiliki bagian dan fungsinya tersendiri dan merupakan faktor yang dinilai sangat penting dalam perencanaan dan pembangunan arsitektur tradisional adalah skala dan ukuran bangunan yang diperhitungkan dengan sangat teliti. Selain skala, ketepatan jumlah hitungan dari ukuran masing-masing unit rumah juga menjadi perhatian utama, karena dipercaya ada pengaruhnya terhadap kehidupan penghuninya yang menyangkut keselamatan, kabahagiaan, kemujuran, rejeki dan lain sebagainya. Menurut Doxiadis (1968), bahwa terbentuknya sebuah pemukiman dipengaruhi oleh beberapa faktor yang secara keseluruhan dapat di lihat unsur-unsur ekistiknya yaitu Natural (fisik alami), Man (Manusia), Society, Shell, dan Network.  

Desa Nuaone

Desa Nuaone memiliki dua kampung adat ; Kampung adat Wolojita dan Kampung Adat Wolondopo. Seperti kampung - kampung lain di Lio Ende, kedua kampung adat ini menyimpan sejarah tersendiri. Di desa inilah terdapat "Mumi" dan merupakan satu - satunya mumi yang dimiliki oleh kabupaten Ende. 

Yang penasaran dengan Mumi di Desa Nuaone, silahkan ke lokasinya. Dari Ende ke arah timur, kurang lebih 35KM anda akan memasuki area persawahan Ekoleta, anda akan melihat jalan ke kiri. Masyarakat Ekoleta santun dan ramah 😊 silahkan ditanya. Pasti ditunjuk kemana arahnya,

Share: Youtube

Cara mendaftar telegram tanpa nomor hp pribadi


Para pengguna aplikasi chatting saat ini sudah tidak asing lagi dengan aplikasi chatingan seperti Line, WhatsApp, Telegram, Mesengger dan lain-lain. Hampir semua pengguna ponsel pintar memiliki salah 1 atau 2 bahkan lebih diantara aplikasi tersebut di ponsel mereka. Untuk mendaftar semua akun aplikasi chatting tersebut termasuk telegram membutuhkan nomor ponsel pribadi kamu.

Kadang kala ada beberapa orang yang tidak ingin memberikan nomor ponsel mereka karena bersifat pribadi,  mendaftar akun yang memiliki tujuan lain selain untuk berkomunikasi misal pemburu bitcoin dengan bot telegram yang membutuhkan banyak nomor tapi bukan dengan nomor pribadi, alasan lain mungkin ingin terlihat keren dengan memberikan nomor ponsel area luar negeri 😎 atau kamu pengguna aktif telegram? sering ikut channel2, group atau bot yang manfaat maupun hanya untuk sekedar hiburan. Terus gak ingin join dengan nomor pribadimu. Bagaimana ya caranya? Bisakah saya mendaftar akun telegram dengan nomor lain/bukan nomor pribadi? Tentu bisa, hanya saja membutuhkan sedikit pengorbanan kuota untuk download aplikasi ketiga 😀

Aplikasi "2ndLine" untuk buat nomor hp palsu

2ndLine adalah aplikasi penyedia nomor US, Canada dan beberapa negara lainnya dengan Free calling (telepon) dan texting (pesan). Jadi kamu bisa menggunakan free nomor ponsel untuk kode area US, Canada dan negara lainnya yang disediakan dari aplikasi ini. Ok, langsung saja aku kasih tau cara untuk mendaftar akun telegram tanpa nomor pribadi kamu:

Pertama, silahkan ke playstore, ketik 2ndLine di menu search, kemudian instal, tunggu sampai proses unduh selesai.

Setelah terinstal buka aplikasi tersebut di menu ponsel kamu.

Buka aplikasi 2ndline di menu ponsel
Buka aplikasi 2ndline di menu ponsel

Selanjutnya kamu di arahkan untuk mendaftar/Sign Up. Ketik alamat email dan password. Untuk alamat email sendiri, terserah kamu ingin menggunakan real (asli) atau fake (palsu) email, karena masuk aplikasi ini tanpa verifikasi email. Lalu tap creat account.

Ketik alamat email dan password
Ketik alamat email dan password

Berhasil membuat akun lalu tap continue (berikutnya), laman selanjutnya kode captcha, pilih 3 potong gambar sesuai instruksi, setelah itu tap verify. Jika salah kamu diminta memilih kembali gambar.

Berikutnya, jika benar maka kamu diarahkan untuk menentukan kode area nomor ponsel. Contoh nya disini aku gunain kode 515 atau kamu bisa pakai 623, kode area harus US/Canada. Setelah itu tap continue.

Ketik kode area nomor ponsel (US/Canada)
Ketik kode area nomor ponsel (US/Canada), lalu tap continue

Selanjutnya kamu memilih nomor ponsel free yang tersedia, jika tidak ada nomor yang kamu pilih, kamu bisa menunggu kurang lebih 30 detik, nomor ponsel otomatis akan refresh. Tap saja nomor pilihan kamu, lalu continue.

Pilih nomor ponsel free yang tersedia, lalu tap continue
Pilih nomor ponsel free yang tersedia, lalu tap continue

Kemudian kamu diarahkan ke laman aplikasi 2nd line dan tertera nomor ponsel pilihan kamu. Kamu bisa tap+hold (ketuk+tekan) nomor tersebut untuk meng-copy nya.

Copy nomor ponsel tersebut
Copy nomor ponsel tersebut

Selanjutnya silahkan buka aplikasi telegram kamu, lalu ketuk tool garis tiga dipojok kiri atas di laman chat telegram kamu. Kemudian tap add account (tambah akun).

Setelah itu paste-kan nomor ponsel tadi, jangan lupa ganti kode area US +1. Lalu tap icon ceklis di pojok kanan atas.

Paste-kan nomor tersebut
Paste-kan nomor tersebut, lalu tap ceklis dipojok kanan atas

Masih di laman telegram, kamu di arahkan untuk memasukkan kode verifikasi melalui SMS. Kamu buka aplikasi 2ndline, ada notifikasi masuk yakni berupa kode verifikasi, silhkan copy kode tersebut, lalu kembali ke telegram, kemudian paste ke kolom kode verifikasi.

Berhasil membuat akun telegram dengan nomor ponsel tersebut, silahkan ketikan nama kamu.

Oke selesai sudah proses mendaftar telegram tanpa nomor pribadi kamu.

Laman Telegram
Laman Telegram

Silahkan kamu bisa share nomor baru kamu. Dengan begini kamu yang gak ingin sembarang memberikan nomor pribadi mu kepada orang yang belum kamu kenal atau kamu punya alasan lain untuk hal ini.

Bisa ambil lebih dari 1 nomor

Oh ya, kalau kamu perlu daftar akun telegram lebih dari 1 nomor ponsel, aku punya saran, logout saja aplikasi 2ndline ini, kemudian kamu daftar kembali dengan email dan password baru.

Jika perlu nomor yang lama, mohon di catat terlebih dahulu email dan password nya jika sewaktu-waktu kamu ingin login kembali. Untuk cara logoutnya seperti ini:

Pertama buka aplikasi 2ndline, kemudian tap garis tiga pojok kiri atas, lalu tap icon gerigi/setting di pojok kanan atas.

Setelah itu pilih Logout. Muncul notifikasi konfirmasi tap saja logout.

Selesai sudah proses mendaftar akun telegram tanpa nomor pribadi kamu, cukup mudah bukan?

Kesimpulan dan Saran

Sedikit berbagi saran dari percobaan nomor ponsel ini, kamu bisa pakai nomor ini untuk chat teman kamu, tetapi teman kamu harus menyimpan dahulu nomor US (kode 515) atau teman kamu yang memulai chat dulu. Karena ketika aku coba mulai chat dengan kontak yang sudah ada, didahului dengan bo/telegram. 

Share: Youtube

Informasi Covid-19

Total Tayangan Halaman

Popular

Facebook

Gerunion Creator

Wikipedia

Hasil penelusuran

Adsense

Recent Posts

Pepatah Lio

  • Ni Sariphi Tau Wini, Tuke Sawole ngara du nggonde.
  • Lowo Jawu Ae Ngenda.
  • Ndange Beke dan Ngenda Beke.