Oleh : Ludger S
Kopi Arabika (Coffea arabica) diduga pertama kali diklasifikasikan oleh seorang ilmuan Swedia bernama Carl Linnaeus (Carl von Linné) pada tahun 1753. Jenis Kopi yang memiliki kandungan kafeina sebasar 0.8-1.4% ini awalnya berasal dari Brasil dan Etiopia. Arabika atau Coffea arabica merupakan Spesies kopi pertama yang ditemukan dan dibudidayakan manusia hingga sekarang. Kopi arabika tumbuh di daerah di ketinggian 700 – 1700 m dpl dengan suhu 16-20 °C, beriklim kering tiga bulan secara berturut-turut. Jenis kopi arabika sangat rentan terhadap serangan penyakit karat daun Hemileia vastatrix (HV), terutama bila ditanam di daerah dengan elevasi kurang dari 700 m, sehingga dari segi perawatan dan pembudayaan kopi arabika memang butuh perhatian lebih dibanding kopi Robusta atau jenis kopi lainnya. Kopi arabika saat ini telah menguasai sebagian besar pasar kopi dunia dan harganya jauh lebih tinggi daripada jenis kopi lainnya. Di Indonesia kita dapat menemukan sebagian besar perkebunan kopi arabika di daerah pegunungan Toraja, Sumatra Utara, Aceh dan di beberapa daerah di pulau Jawa. Beberapa varietas kopi arabika memang sedang banyak dikembangkan di Indonesia antara lain kopi arabica jenis Abesinia, arabika jenis Pasumah, Marago, Typica dan kopi arabika Congensis. (sumber : Wikipedia)
Apa Masalah Pengembangan Kopi di Wologai?
Usia kopi rata - rata diatas 15 tahun.
Kopi dengan usia tua dan tidak dirawat tentu mempengaruhi mutu dan jumlah produksinya.
Banyak kopi tidak dirawat dengan baik.
Banyaknya lokasi pekerjaan yang terpisah - pisah membuat konsentrasi perawatan kopi tidak serius. Banyak warga sebagai petani sawah dengan penamanan 2 kali/tahun. Jarak rumah ke kebun berkisar 100m - 9 km menjadi hambatan tersendiri. Kekurangan tenaga kerja, karena setiap warga memiliki lahan masing - masing.
Kopi Arabika di Wologai
Tidak diketahui secara pasti kapan tanaman kopi berada di sekitar Kampung adat Wologai. Beberapa orang berpendapat besar kemungkinan sejak zaman Portugis. Yang pasti dari beberapa kisah sepuh yang masih ada di Wkampung Wologai, sejak mereka dilahirkan sudah ada tanaman Kopi Arabica. Tanaman Kopi yang ditemukan belum dikelola dengan baik. Dibiarkan tinggi sampai beberapa meter, belum mengenal pemangkasan dan pepemliharaan kopi tersebut secara rutin. Konon tanaman kopi hanya untuk dikonsumsi masyarakat lokal, belum diperjual belikan jadi tidak ada yang berminat mengembangkan tanaman kopi.
Sebagian besar penduduk Wologai bermata pencarian sebagai petani ladang dan sawah. Sawah yang yang terbentang diarea Ekoleta, Logoweki, Ekodenu, Ero Pu, Tanali dan beberapa lahan sawah warga dengan jenis varitas padi unggulan "Bengawan"putih dan merah. Ladang terbentang luar di hamparan Wolondopo, Obola, Lowokeka, Ekowolo, Nua Ria, Digonaka, Woruobo, Alo Peri banyak terdapat tanaman perkebunan kopi arabika, kopi robusta, kemiri, dan jenis tanaman perkebunan lainnya. Tanah dengan ketinggian 800 - 900 m dlp sangat cocok untuk berbagai jenis tanaman perkebunan.
Tahun 1980 an Pemerintah Kabupaten Ende melalui Dinas Perkebunan dan Pemerintah Desa Wologai (belum mekar jadi desa Wologai Tengah) melaksanakan proyek penanaman Kopi Robusta. Lokasi penanaman tersebar disekitar Nuaria, Digonaka, Lowokeka, Wolondopo. Proyek ini sangat sukses sehingga masyarakat dapat menikmati hasil dari tanaman kopi tidak hanya untuk konsumsi mereka tetapi untuk menambah penghasilan mereka. Masyarakat sangat benar - benar melihat ada suatu perubahan baik dengan jenis tanaman kopi. Tetapi ada dampak lainnya, sejak adanya kopi robusta, masyarakat meninggalkan tanaman kopi arabica yang sudah diwariskan sejak zaman sebelumnya.
Beberapa tahun kemudian beberapa masyarakat kembali mengembangkan kopi arabica atau yang lazim dikenal dengan "Kopi Ara" oleh masyarakat setempat. Mereka melihat peluang kopi arabica tidak kalah saing dengan kopi robusta. Alhasil beberapa hamparan kembali ditanami kopi arabica. Beberapa Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) pun melirik dan merangkul masyarakat dalam hal pengembangan tanaman kopi arabica. Pemerintah baik pemerintah desa, Kabupaten Ende juga mendukung langkah tersebut.
Masyarakat diberikan pelatihan dan pendampingan dari penanaman sampai pada pemasaran oleh pemerintah dan LSM yang ada. Perubahanpun terjadi. Harga Kopi yang semulanya kisaran 5.000 -10.000,00 naik dengan kisaran 20.000,00 - ratusan ribu rupiah. Kopi tanpa pengolahan dengan kisaran harga 20.000,00 -40.000,00. Sedang kopi dengan standart pengolahan dengan kisaran harga 75.000.00 - 250.000.00.
Dengan perubahan kearah yang lebih baik, masyarakat dipacu untuk lebih giat mengurus kebun kopi yang ada. Peremajaan kopi mulai dilakukan, penanaman dan pengembangan bibit unggul terus dikembangkan.
Lahan Penanaman Kopi
Masyarakat seputaran kampung Wologai sudah memiliki lahan garapan yang diberikan oleh mosalaki setempat. Lahan untuk penanaman kopi merupakan lahan yang sudah diolah dengan jenis tanaman perkebunan lainnya seperti kemiri atau kopi. Jadi kopi yang ditanam merupakan sistim penyulaman atau peremajaan. Yang unik dari lahan - lahan tersebut adalah tingkat kemiringan yang mencapai 30 an derajat. Jadi masyarakat harus membuat sistem teras dahulu.
Pohon Pelindung
Untuk pelindung tanaman kopi, masyarakat memilih pohon dadap (Erythrina variegata dan gamal (Gliricidia sepium). Jenis - jenis pohon tersebut sangat cocok dengan iklim yang berhawa dingin diseputaran Wologai yang sudah ditanam sejak lama dan sebagian ditanam kembali.
Bibit Kopi
Metode Generatif merupakan cara terbaik yang digunakan masyarakat setempat untuk pembibitan kopi. Metode Generatif juga menjadi pilihan karena Akar dan batang tanaman lebih kuat, Tanaman lebih tahan terhadap penyakit dan Tanaman bisa lebih produktif melebihi induk pohonnya. Selain dengan penyemai mandiri juga dengan bantuan dari pemerintah.
Pemeliharaan
Pada tahap ini secara kelompok atau perorangan masyarakat melakukan pemeliharaan serta perawatan kopi. Pemeliharaan yang terjadi pra dan pasca panen. Penyiangan dan pembersihan rumput liar banyak dikerjakan secara kelompok. Pembersihan tunas air dilakukan saat panen kopi.
Pemupukan
Yang belum terlihat adalah pemupukan kopi. Masyarakat masih menggunakan rumput liar dan dedaunan yang ada sebagai pelindung akar dan pohon kopi. Dedaunan dan rumput yang ada disekitar pohon kopi dipotong dan diletakan dibawah pohon kopi sampai kering dan membusuk. Proses ini membutuhkan waktu yang sangat lama.
Panen Kopi
Dikerjakan secara berkelompok atau perorangan. Masyarakat sudah mengetahui buah kopi yang sudah siap dipanen. Hanya buah kopi yang sudah matang terlihat dari warnanya yang sudah berubah menjadi merah yang dipanen.
Pengolahan Pasca Panen
Pada tahap ini warga melakukan dengan beberapa cara. Ada yang melakukan dengan cara semua kopi yang terkumpul dari panenan digiling basah atau ditumbuh secara manual dahulu untuk pemisahan kulit luarnya. Setelah itu dicuci atau tanpa dicuci langsung dikeringkan. Kopi yang sudah dkeringkan dari gilingan basah digiling untuk pemisahan kulitnya. Setelah itu kopi siap dijual dengan harga standart. Pada saat pengeringan masyarakat menjemurnya dengan terpal yang diletakan ditanah atau dibalai - balai. Hal ini sangat berpengaruh pada harga kopi.
Ada yang langsung proses pengeringan tanpa dilakukan giling basah. Setelah dipanen kopi langsung dijemur untuk dikeringkan dan sampai kering. Proses selanjutnya dilakukan penggilingan kopi dan siap dijual dengan harga standart yang ada.
Beberapa warga yang bergabung dalam kempok petani kopi sudah memulai dengan pengolahan pasca panen. Dimana kopi tersebut disortir untuk dijemur atau diolah selanjutnya. Hasilnya memang beda. Kopi yang dijual dengan proses pengolahan melalui sortir akan lebih mahal harganya. Dengungan perubahan harga mulai digemakan dan diminati warga. Beberapa kelompok tani mulai mengola kopi ara sesuai petunjuk yang benar.
Harapan terbesar adalah ada perubahan metode untuk memaximalkan panenan dan pengolahan kopi yang berdampak pada harga kopi. Ini tentunya sangat membutuhkan dukungan dari semua pihak, kerjasama lintas sektor, dukungan dari penggiat baik dari pemerintah atau LSM yang meningkatkan produksi dan ekonomi petani kopi.
Beberapa sumber digital memberikan tips - tips agar panenan kopi semakin meningkat.
- Semprotkan ZPT auksin pada saat tanaman mulai berbunga. Nantinya bunga tanaman kopi akan semakin banyak dan bnyak pula buahnya
- Saat buah kopi masih muda dan kecil, maka semprotkan ZPT Gibrelic Acid (GA) agar natinya ukuran biji dalam buah kopi semakin besar dan akan menambah berat buahnya.
- Tambahkan kapur duomit (kalsium) pada pupuk dasar dan pupuk susulan agr batang tanaman semakin kuat dan bunga tidak mudah rontok. Selain itu biji kopi juga akan lebih padat sehingga bijinya lebih berat.
Simo gemi