Oleh Ludger S
Slogan orang kampung "ele re'e ta nua du'a ngara" untuk mempromosikan kampung halamannya dari dampak migrasi sebagian warganya yang konon katanya hijrah dengan alasan perubahan ekonomi. Hijrah untuk mencari pekerjaan, hijrah untuk menjadi nasib de el el. Namun apa yang terjadi? Banyak yang pulang kampung dan biasa - biasa saja. Beberapa orang mungkin "sukses". Ada cerita nih, 15 tahun yang lalu Kanga seorang pemuda dari kampung Muru pamit mau merantau ke kota besar, kota modern. Kanga dibekali izajah SMP di sebuah desa tetangga. Bermodalkan "nekat" berbekal ijazah seadanya, dengan bawaan pakaian kumalnya, dengan uang seadanya Kanga menggunakan kapal laut komersial kelas ekonomi. Akhirnya Kanga tiba juga di tempat tujuannya denga selamat. Hari - hari awal kehidupan di kota, keraguan mulai muncul. Bisakah dia menyesuaikan diri dengan "hidup pola kota"???? Hari berlalu, bermodalkan tampang yang garang, otot yang kekar, Kanga diterima disebuah perusahaan sebagai security. Kanga sangat menikmati kehidupannya. Semula yang numpang dengan saudara sekampung, Kanga mulai nge-kost sendiri. Perlahan hidupnya mulai berubah. Kanga membentuk rumah tangga kecil dengan harapan bahagia. Anak pertama lahir, selanjutnya anak kedua dan anak ketiga pun hadir membahagiakan keluarga kecilnya. Namun sesuatu terjadi diluar kehendak dan dugaannya. Perusahaan tempatnya bekerja gulung tikar alias bangkrut.
Kanga bingung. Dengan status baru "pencari kerja" Kanga menelusuri lorong, jalan - jalan untuk mencari lahan kerja yang baru. Kanga putus asa. Suatu waktu di meja makannya, Kanga mengumpulkan semua anak - anaknya dan juga istrinya tercinta. Pa, ada apa? Kok tiba - tiba serius amat? Anak bungsunya membuka kesenyapan. Kanga mulai mengutarakan tujuan mengumpulkan anggota keluarganya. Begini, papa mau sampaikan kalau kita harus segera pulang kampung. Sejak papa tidak bekerja, sudah banyak perusahan dan lowongan pekerjaan yang papa datangi tapi tidak satupun yang menerima lamaran papa. Jadi kita harus "back to village". Semua barang yang bisa dibawa, dikemas. Yang lain via paket kiriman, yang separuhnya ditengteng masing - masing. Seminggu kemudian Kanga tiba di kampung Muru. Sejak merantau, Kanga baru sekali ini menginjak lagi kampung halamannya. Apa yang terlihat oleh Kanga? Kampungnya yang dulu usil, sekarang sudah jauh berubah. Jauh dengan apa yang Kanga bayangkan. Kanga disambut oleh orang tua, sahabat, saudara dan handai taulannya. Awal kehidupan baru di desa, banyak hal yang sangat susah disesuaikan oleh keluarga Kanga. Kemana harus mendapatkan modal untuk usaha kecil - kecilan dan untuk kebutuhan hidup. Kanga berdiskusi dengan kepala desa setempat yang masih saudara jauhnya. Kepala desa menjelaskan panjang lebar tentang kebijakan pembangunan desanya. Salah satu yang menarik dan Kanga mendengarkannya dengan penuh konsentrasi adalah bagaiman pemerintah desa menyiapkan dana untuk masyarakatnya dalam hal meningkatkan ekonomi. Ada unit Simpan Pinjam denga bunga yang sangat rendah. Ada dana bantuan hibah pemerintah tanpa jaminan. Ada keuangan kelompok tani yang juga siap mensuplai dana untuk keperluan anggota kelompoknya. Dengan penuh semangat Kanga kembali kerumah dan berdiskusi dengan istrinya. Ma, kita buka kios kecil - kecilan ya. Sambil papa kerja kebun, mama menunggu jajanan kios kita. Panik istrinya, pa....mau ambil dari mana? Sisa bawaan kemarin tinggal 500 ribu. Apa itu cukup? Kanga menjelaskan hasil disukainya denga kepala desa. Akhirnya istrinya menyetujui untuk meminjam ke salah satu dana desa yang tersedia. Atas kesepakatan bersama, Kanga mengajukan pinjaman 10 juta. Mulailah membangun kios kecilnya. Anak - anaknya berhenti lanjutkan pendidikan sementara waktu. Kesehariannya Kanga ke kebun untuk menanam kopi, kemiri dan jenis tanaman lainnya. Perasaan minder selalu ada, karena semua saudara sudah pada panen hasilnya Kanga masih sibuk menanam. Tahun berlalu, akhirnya kehidupan Kanga mulai berubah.
Semua cicilan pinjaman sudah lunas, kios kecilnya makin berkembang, anak - anaknya mulai sekolah di kota kabupaten terdekat. Kanga yang pesimis saat kembali ke kampung telah menjadi Kanga yang optimis akan kehidupan kampung. Kepada saudaranya yang merantau Kanga mengirim pesan, "back to village"
Itulah desa, yang dulu dan sekarang. Dulu orang melihat desa dengan sebelah mata. Sekarang banyak dana masuk desa. Seirama dengan program pemerintah "membangun dari desa" diharapkan banyak desa akan mandiri dalam segala hal
Simo gemi yang sudah baca dan berkomentar.