berbagi kemesraan tentang keanekaragaman budaya Nusantara

Tradisi Bagi Anak di Lio



Berdasarkan Undang - Undang Nomor 35 Tahun 2014 yang merupakan perubahan dari Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 1 menerangkan beberapa pengertian bahwa Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Orang Tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah dan/atau ibu angkat. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai Orang Tua terhadap Anak. Anak Terlantar adalah Anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial. Selengkapnya download 👇👇

UU No 35 Thn 2014 download disini

Anak Menurut Budaya Lio

Anak dalam bahasa Lio "ana". Beberapa ungkapan yang menerangkan "ana" dalam bahasa Lio bisa kita lihat dibawah ini. Ungkapan - ungkapan tersebut sangat mempengaruhi dengan status serta menjadikan anak bagian dari patriliear atau matrilinear.  
  1. Ngeu gi ngeda pe'pa. (berkembang biak).
  2. Nge le'ka tuka be'ka le'ka kambu. Beberapa suku kata ini menerangkan dilahirkan dari rahim ibu. "Nge le'ka tuka" berkembang dari perut. "Be'ka le'ka kambu". Kata "be'ka" artinya berkembang dan meluas. Seperti ungkapan "ae be'ka" artinya banjir dan meluap dari sungai. Kata "kambu" artinya lemak. Jadi "Nge le'ka tuka be'ka le'ka kambu" mengandung makna terlahir dari perut atau rahim. 
  3. Kolo nia. Kolo artinya kepala. Nia artinya dahi. Jadi "kolo nia" menerangkan bahwa anak tersebut menjadi bagian dari garis keturunan ayah / patrilinear atau garis keturunan ibu / matrilinear. 
  4. Bagi ana atau bagi anak. Bagi anak terjadi karena jenis perkawinan ayah dan ibu dari anak tersebut.
  5. Wangga wo'o kili rembi. Wangga artinya pikul. Wo'o artinya busur panah. Kili artinya membawa sesuatu wadah yang digantung sebelah menyebelah dipundak. Rembi artinya bakul anyaman dengan tali panjang berukuran sedang.
  6. Mutu gu ia pai atau ha'i sada mutu. Ungkapan ini  menerangkan kematian.
  7. Ka kana ru'e nggewu. Ungkapan kepada ayah yang sampai ajalnya tidak bisa membawa istri dan anak - anaknya ke rumahnya untuk menjadikan istri dan anaknya patrilinear.

Sebagian ulayat di Lio sangat pegang teguh tradisi bagi anak. Dalam tradisi pembagian anak, sang anak akan menjadi bagian dari rumpun keluar ayah atau rumpun keluarga ibu. Anak yang yang meneruskan garis keturunan ayah akan bekerja di ladang, sawah milik sang ayah dan akan meneruskan tradisi leluhur di rumpun keluarga ayah. Begitupun kalau anak menjadi penerus generasi sang ibu. 

Baca Juga : Perkawinan Adat Lio 

Mungkin hal semacam ini sangat sulit dipahami karena tidak terjadi di ulayat Lio lainnya. Tetapi disebagai Lio sebut saja Wologai, Nduaria, Peibenga, Mukureku ,Wolobewa tradisi ini masih dipegang teguh sampai sekarang. 

Jadi "ana" menurut sebagian orang Lio yaitu "eo nge le'ka tuka ine kambu ame mo tau susu nggua nama bapu".

Tradisi Bagi Anak di sebagian Lio

Tradisi pembagian anak dimulai dengan jenis perkawinan dari ayah dan ibu sebelumnya. Tradisi yang menyebabkan terjadinya bagi anak yaitu dari jenis perkawinan "Dei ngai pawe ate" atau perkawinan yang terjadi atas dasar "suka sama suka" dari pasangan tersebut tanpa diketahui oleh orang tua dari pihak lelaki dan pihak wanita. Beberapa ungkapan yang menerangkan jenis perkawinan suka sama suka seperti "dei le'ka kaju pawe le'ka ae" atau "tei pare wole bewa jawa bupa ria" atau "tei taka te'a lo ere". 

Secara harafiah ungkapan "dei ngai pawe ate". Yang mana dei (suka) ngai (napas) pawe (baik) ate (hati) atau mengandung arti gadis yang dipilih karena cinta dan pria menyukainya. Juga diumpamakan “dei leka kaju pawe leka ae, yang mana dei (suka) le'ka (pada) kaju (kayu) pawe (baik) le'ka (pada) ae (air). Si pria megibaratkan kekasihnya seperti kayu dan air. Si pria menyukai kayu dan air tersebut. Perumpaan lainnya “tei taga te’a lo ere” yang mana "tei (lihat) taga (betis) te’a (menguning atau matang) lo (tubuh) ere (mempesona) mengandung arti si pria memilih kekasih karena melihat betis seperti bulir padi yang menduning, badannya halus nan cantik. Perumpaan lainnya “tei pare wole bewa jawa dupa ria” yang mana tei (lihat) pare (padi) wole (tangkai) bewa (panjang) jawa (jagung) dupa (batang) ria (besar). Si pria mengibaratkan kekasikan yang dinaksir ibarat setangkai padi panjang dan sebatang jagung besar. 

Semua perumpaan diatas menerangkan bahwa pria memilih kekasihnya karena rasa kagum dan perasaan cinta kepala kekasihnya. Dari rasa kagum dan cintanya dia mengutarakan perasaannya kepada wanita pilihannya. Si wanita tersebut menerima cinta si pria tersebut. Mereka sepakat untuk membina rumah tangga atas dasar suka sama suka. Karena suka sama suka atau dasar perkawinannya “cinta” maka tahap perkawinanya tidak dilalui dari  tahap awal. Tidak melalui proses masuk minta. Perkawinan jenis ini terjadi bisa karena mempelai wanita sudah hamil, mempelai laki-laki langsung tinggal dirumah perempuan dan langsung jadian. 

Sekarang lebih dikenal dengan istilah “kawin masuk” dimana mempelai laki-laki akan meninggalkan keluarganya dan tinggal bersama dengan keluarga mempelai wanita. Dalam kehidupan sehari – hari sang ayah dari mempelai wanita akan mengatakan “pati topo lelo eo bosu talo, pati su’a dhawe eo lemba talo” (diserahkan tofa dan parang untuk bekerja kebun yang tidak ada habisnya). Artinya mempelai pria dengan status kawin masuk akan di bahasakan : “ko’o lo’o re’wo boko” (jadi bagian dari keluarga wanita). Bila statusnya sampai mempelai laki meninggal, maka istilah untuk orang terssebut menjadi “ka kana ru’e ngewu”. 

Perkawinan jenis ini bukan berarti yang pria tidak bisa lagi menebuskan belis. Bisa ditebus dengan beberapa syarat, diantaranya :

  1. Saat saudara laki dari sang istri/ipar/eja menikah, dimana ada bahasa “weta wa’u nara nai” (saudara perempuan keluar rumah saudara laki-laki masuk rumah), artinya dalam hal membelis semua tuntutan dari keluarga istrinya ipa/eja menjadi tanggungjawabnya. Ini terjadi ketika saudara laki - laki atau dari istrinya menikah atau dalam bahasa Lio dikenal dengan sebutan "eja". Setelah mengetahui tuntutan dari calon istri dari eja dia sanggup memberikan semua belis dari keluarga besar eja nya. 
  2. Bila mempelai sudah banyak memberi hewan atau lainnya, “dia” bisa mengeluh dan berkata, “wara ku baja r’wa, kolo ku ro r’wa”. Disini sang pria dan keluarganya sudah siap untuk membicarakan belis, ulang dari awal. Yang sudah diberikan bisa diperhitungkan dan bisa juga tidak diperhitungkan atau dikenal dengan sebutan "ngawu lewa".

Pembagian anak terjadi saat ayah atau ibu meninggal dunia. Saat meniggal dunia baik keluarga ayah ataupun keluarga ibu dahulukan tradisi penguburan. Dari pihak ayah akan melaksanakan tradisi membawa atau menanggung hewan atau yang dikenal dengan sebutan "wurumana". Sampai pada malam ke empat setelah penguburan, keluarga dari sang ayah akan ke rumah keluarga sang ibu, menyampaikan bahwa ada hal yang harus dibicarakan. Keluarga sang ibu juga akan menyampaikan kepada semua tetuanya untuk ikut serta dalam forum tersebut. 

Baca Juga : Wurumana

Ketika sudah berkumpul, dari keluarga sang ayah akan menyampaikan maksud kedatangan mereka. 

"kami mai po ina na, ndu po no'o ana, ema, eda, tu'a kita eo mutu gu ia pai. Kami no ate mete, ra eo kai reki mo tau kili rembi wangga wo'o ghe ngeni. Mo tau susu nggua nama bapu ema ghe. 
Artinya : Maksud kedatang kami ini dengan anak, bapak, keponakan (ayah bila sang ayah yang meninggal) yang sudah meninggal. Kami dengan harapan anak dari dia juga untuk melanjutkan tradisi leluhur dikeluarga bapaknya.

Dalam pembagian tradisi pembagian anak, bisa dilaksanakan apabila selama hidupnya sang ayah selalu melaksanakan "wurumana" setiap ada hajatan di keluarga sang ibu. Dengan wurumana tersebut, menjadi pertimbangan keluarga besara sang ibu apakah bisa dilaksanakan tradisi pembagian anak atau tidak. Kalau disetujui karena layak dilaksanakan pembagian anak, maka putra dan putri sulung menjadi penerus garis keturunan sang ibu. Ungkapan lokalnya dikenal dengan "sa weta sa nara ana sa're pa'a" atau "ana wawo pare". Sedangkan anak ke 3 dan seterusnya meneruskan garis keturunan ayah.

Apabila anak putra tunggal maka dilihat saat sang anak menikah. Ketika sang anak menikah dan pem-beli-san sang anak ditanggung bersama makan sang anak akan dikenal dengan sebutan, "ana ke'la embu wisa". Yang artinya sang putra tersebut meneruskan garis keturunan ayah dan juga garis keturunan ibu. Kalau putri tunggal jarang terjadi pembagian. Sang putir menjadi penerus garis keturunan ibu. Sang putri dianggap manusia asli dalam rumah, yang sewaktu - waktu bisa dinobatkan menjadi "ine ria fai ngg'e" atau yang melaksanakan semua seremonial adat dalam rumah.

Tradisi pembagian anak tersebut berdampak pada kehidupan sehari - hari. Sejak terjadi kesepakatan pembagian anak, maka yang meneruskan garis keturunan ayah akan bekerja pada lahan atau tanah garapan keluarga sang ayah. Sebaliknya dengan anak yang meneruskan garis keturunan dang ibu akan bekerja di lahan atau tanah milik keluarga sang ibu. Pembagian lahan garapan ini tidak berlaku pada tanah atau lahan yang diperoleh karena usaha bersama dari ayah dan ibu. 

Tulisan ini masih jauh dari kata "Sampoerna". Apabila ada koreksi, saran dan kritiknya muatkan dalam komentar bibawah ini.

Share: Youtube

Peran Guru Dalam Mempertahankan Budaya Indonesia Untuk Membentuk Karakter Siswa

Oleh : Sr. Maria Hedwiq,KFS

Sr. Maria Hedwiq, KFS
Indonesia mempunyai keberagaman sosial yang terdiri dari budaya, suku bangsa, agama, adat istiadat, dan lain-lain. Prinsip yang digunakan sebagai dasar Negara Indonesia adalah Bhineka Tunggal Ika, yang memiliki arti berbeda- beda tapi tetap satu jua. Oleh karena itu Indonesia memiliki berbagai macam suku bangsa, bahasa, agama, adat-istiadat, budaya, dan lain-lain, tetapi menjadi satu kesatuan bangsa. 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan budaya merupakan pikiran, akal budi, dan adat istiadat (Manurung et al., 2017). Kebudayaan menjadi ciri khas suatu bangsa yang melambangkan jati diri bangsa tersebut. Seiring perkembangan zaman, Indonesia memiliki kebudayaan yang sangat beragam. Untuk melestarikan kebudayaan yang ada di Indonesia dibutuhkan rasa nasionalisme yang tumbuh pada individu untuk menumbuhkan rasa kebanggaan terhadap bangsa Indonesia. masing-masing budaya di setiap daerah di indonesia memiliki keunikan yang berbeda-beda. Kebudayaan akan selalu mengalami perubahan-perubahan dari waktu ke waktu sehingga masyarakat yang memiliki kebudayaan itu harus tetap mengenal, memelihara, dan melestarikan kebudayaan yang dimiliki agar setiap perubahan yang terjadi tidak menghilangkan karakter asli dari kebudayaan itu sendiri. 

Upaya pelestarian budaya dilakukan guna berjalannya pembentukan karakter warga Negara pada suatu bangsa. Pembentukan karakter suatu Negara merukapan hal penting dilakukan untuk menjaga eksistenti suatu bangsa atau Negara. Eksistensi suatu bangsa akan bertahan apabila bangsa tersebut memiliki identitas yang kuat (Wulan & Affandi, 2016). Pembentukan karakter tidak dapat dibentuk dalam waktu singkat, diperlukan kateladanan, kesabaran, pembiasaan, dan pengulangan. Menurut kamus besar bahasa Indonesia Karakter merupakan sifat, atau ciri watak seseorang yang membedakan dari orang lain (Widiyastuti, 2010). Pembentukan karakter harus sejak dini diberikan kepada siswa terutama pada jenjang sekolah dasar.

Pendidikan karakter dapat dilakukan pada proses pembelajaran atau lainnya. Dalam proses pembelajaran, karakter dapat dibentuk melalaui metode, materi dan strategi yang diberikan oleh guru dalam setiap mata pelajaran yang diajarkan (Widiyastuti, 2010). Bukan hanya melalui proses pembelajaran saja, karakter juga dapat dibentuk melalui kegiatan sekolah yaitu ekstrakulikuler. Ekstrakulikuler merupakan Kegiatan ekstrakulikuler merupakan serangkaian kegiatan terprogram yang dilakukan diluar kegiatan pembelajaran yang bertujuan untuk menambah pengetahuan baru, mengasah kemampuan serta menumbuhkan minat dan bakat siswa (Apriyanti & Hidayat, 2019). Bukan hanya hal itu saja, kegiatan ekstrakulikuler merupakan salah satu kegiatan yang dapat menumbuhkan karakter siswa, termasuk diantaranya adalah kepemimpinan, disiplin, kejujuran, dan lain-lain. Hal tersebut juga dilakukan di Sekolah Indonesia, yang memiliki visi yaitu mewujudkan pusat pendidikan dan kebudayaan yang menghasilkan peserta didik: bertaqwa, berbudi, berbudaya, berprestasi, dan berwawasan global. Budaya sekolah yang ada di Sekolah Indonesia mencakup, budaya jujur, kerjasama, disiplin. Hal tersebut tidak terlepas dari peran guru atau pendidik Sekolah Indonesia. 

Kegiatan Pramuka dalam rangka peringati HUT Soempah Pemoeda 2021

Peranan guru di Sekolah sangat kuat dalam mempertahankan budaya Indonesia untuk membentuk karakter siswa. 

Guru berperan dalam usaha membantu dalam membentuk siswa yang berbudaya dan berkarakter, khusunya karakter Cinta Tanah Air Indonesia Dalam mempertahankan budaya Indonesia di Sekolah memerlukan konsep pembelajaran berbasis budaya, disamping konsep pem-belajaran peran guru juga dibutuhkan dalam mempertahankan Indonesia, hal tersebut merupakan upaya peran guru dalam mempertahankan budaya indonesia untuk membentuk karakter siswa di Sekolah. 

Konsep Pembelajaran Berbasis Budaya Indonesia

Pada saat pandemi, pemerintah telah meng-himbau rakyatnya untuk sosial distancing dengan menerapkan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Hal tersebut tentunya akan membatasi ruang gerak manusia untuk bersosial dan beraktivitas diluar rumah (Ahsani, 2020). Konsep pembelajaran pada saat pandemi ini, menerapkan sistem pembelajaran BDS (Belajar Di Sekolah) untuk siswa yang rumahnya dengan sekolah atau yang memakai kendaraan pribadi. Namun demikian, pembelajaran tersebut tetap dilakukan sesuai dengan protokol kesehatan. Dan satu kelas dibagi 2 kelompok jadi, masuk secara bergantian. Selain BDS, juga menerapkan sistem BDR (Belajar Dari Rumah). Meskipun pembelajaran dilakukan dirumah, namun siswa tetap diberi dampingan oleh guru yaitu dengan cara menerapkan instrumen yang bisa memantau bahwa siswa tetap meningkatkan karakter mereka walau harus belajar dirumah. Belajar dirumah bisa dilakukan dengan panduan orangtua. Meski demikian, anak didik dirumah harus diberi edukasi yang positif dan produktif. Dengan adanya kemajuan digital yang sangat canggih, belajar dirumah bisa dilakukan dengan cara online tanpa harus bertatap muka dengan guru dan teman. Unruk itu, dalam mengoptimalkan sistem belajar dirumah bisa berjalan dengan baik harus diperlukan sarana dan prasarana yang baik pula seperti fasilitas internet dalam bentuk kuota belajar (Ahsani, 2020). Di Sekolah mempunyai prinsip pembelajaran yang berupa guru benar-benar mendidik peserta didik supaya mereka menjadi orang yang memiliki karakter sejak kecil. Kemudian, pada saat pembelajaran dirumah juga menyediakan feedback laporan orang tua. Indonesia yang memiliki keanekaragaman, dapat diterapkan lewat berbagai kesenian, yang ada. Kesenian inilah yang nantinya berkembang menjadi ciri khas . Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan budaya merupakan pikiran, akal budi, dan adat istiadat (Manurung et al., 2017). Kebudayaan merupakan suatu hasil kegiatan dan penciptaaan akal budi manusia, yang meliputi: kepercayaan, kesenian, serta adat istiadat. Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi berpendapat bahwa budaya adalah segala sesuatu yang di dapat dari akal budi manusia. (Damayanti, 2015). Karena tidak hanya bekerja dengan akal budinya saja, tetapi menggunakan konsep yang kuat, serta perasaan dan kehendak.

Budaya sebagai pendidikan, dalam hal menyampaikannya bukan sekedar dilakukan pada kompleks pendidikan saja, tetapi lingkungan keluarga juga mempengaruhi. Lingkungan juga memiiki peran yang sangat penting terhadap perilaku manusia, khususnya di lingkungan sekolah. Karena disekolah banyak harapan agar bisa memperbaiki perilaku siswa dari yang kurang baik menjadi lebih baik lagi, dan seterusnya. Sekolah juga memberikan lingkungan yang menunjang bagi kesuksesan dari pendidikan yang telah diharapkan.

Memperkenalkan budaya dilembaga pendidikan bisa diajarkan lewat mata pembelajaran seni budaya. Ada tiga macam model pembelajaran berbasis budaya antara lain : pertama, model pembelajaran berbasis budaya melalui permainan tradisional dan lagu-lagu daerah. Kedua, model pembelajaran berbasis budaya melalui cerita rakyat, dan yang ketiga yaitu model pembelajaran berbasis budaya melalui penggunaan alat-alat tradisional (Wuryandani, 2010).


Peran Guru dalam Mempertahankan Budaya Indonesia

Keaneka ragaman budaya yang ada di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya (Abdullah, 2016). Peran guru dalam mempertahankan budaya Indonesia sangat kuat untuk membentuk karakter siswa. Apalagi di tengah-tengah kehidupan dengan warga Negara asing, pasti muncul kekhawatiran akan hilangnya budaya negeri sendiri. Budaya sekolah merupakan kualitas sekolah didalam kehidupan sekolah yang tumbuh dan berkembang berdasarkan nilai-nilai dan spirit tertentu (Eva, 2016). 

Hasil karya yang mengandung keindahan dan dapat di ekpresikan dengan sebuah gerakan, suara, dan ekspresi lainnya adalah kesenian (Fauzan & Nashar, 2017). Kesenian dapat di kembangkan melalui sebuah pengetahuan-pengetahuan yang nantinya menjadi budaya ataupun tradisi yang menjadi ciri khas dari masyarakat tersebut. factor lingkungan menjadi salah satu peran yang sangat penting terhadap perilaku manusia, khususnya ada pada lingkungan sekolah. Peran guru dalam mempertahankan budaya Indonesia adalah dengan tetap memperkenalkan budaya Indonesia di dalam lembaga pendidikan tersebut. Guru bisa berperan mengajarkan kesenian lewat mata pelajaran seni budaya, ada tiga macam model pembelajaran berbasis budaya, antara lain bisa dengan melalui permainan tradisional, lagu-lagu daerah, penggunaan alat-alat tradisional dan lain sebagainya (Wuryandani, 2010). Dengan adanya mata pelajaran seni budaya, siswa menjadi sering mempelajari bagaimana kebudayaan Indonesia itu, dan guru juga berperan memperkenalkan dan mengajarkan kebu-dayaan apa saja yang ada di Indonesia. Karena guru memiliki komponen dalam pembentukan budaya sekolah dan juga memiliki peranan yang penting untuk mencapai suatu tujuan pendidikan (Mulyati et al., 2013).

Peran guru dalam mempertahankan budaya Indonesia, guru juga tidak hanya mengajarkan tentang pengetahuan umum saja, akan tetapi juga mengajarkan kesenian. Kesenian sendiri diajarkan melalui Kegiatan ekstrakulikuler yang dapat menambah wawasan pengetahuan siswa tentang kebudayaan Indonesia. Meliputi kesenian Tari daerah , alat music tradisional, membuat hasta karya termasuk melukis batik yang menjadi ciri khas Negara Indonesia. Tidak bernaung di langit Indonesia bukan berarti peserta didik kehilangan akar budaya dan tradisi sekolah yang melahirkan banyak alumni, dengan begitu cukup membekali mereka dengan kesenian yang memadai. Guru sebagai fasilitaor dalam mempertahankan budaya Indonesia tentunya dengan terus memperkenalkan banyak budaya dan kesenian bangsa Indonesia melalui kegiatan ekstrakulikuler ataupun dengan pelajaran seni budaya tersebut dengan tujuan agar peserta didik mampu mempelajari bahkan mempraktekkan kesenian ataupun budaya Indonesia. 

Peran guru dalam Mempertahankan Budaya Indonesia untuk Membentuk Karakter Siswa di Sekolah

Pendidikan berperan penting dalam perkembangan karakter seseorang. Karena melalui pendidikan menjadi sarana dalam membangun karakter dan watak seseorang dengan cara pembelajaran yang baik atau terarah. Pendidikan berkarakter dilakukan secara terpadu sesuai jalurnya, baik dengan cara formal, informal maupun non formal (Anam & Sakiyati, 2019). 

Semua usaha yang bisa dilakukan guru/pendidik dalam mempengaruhi karakter siswanya merupakan definisi dari pendidikan berkarakter. Guru berperan dalam usaha membantu sesorang/peserta sehingga mereka bisa memper-hatikan, memahami, dan melakukan nilai-nilai yang berkaitan dengan etika di Sekolah.

Peranan Guru di Sekolah sangat kuat dalam mempertahankan budaya Indonesia untuk membentuk karakter siswa

Ditengah-tengah kehidupan dengan warga negara asing pastilah menjadi kekhawatiran akan hilangnya budaya Negara sendiri. Tidak bernaung dilangit Indonesia bukan berarti peserta didik kehilangan akar budaya dan tradisi sekolah yang melahirkan banyak alumni ini membekali mereka dengan kesenian yang cukup memadai. Peserta didik mahir memainkan musik, tarian daerah, dan membuat hasta karya termasuk melukis batik. Keceradasan memang diperlukan, namun karakter kecerdasan tersebut tidak akan bermakna. Pendidikan karakter yang ada di Sekolah tidak hanya didapatkan dalam proses kegiatan pembelajaran saja, akan tetapi pendidikan karakter juga bisa didapatkan melalui kegiatan ekstrakulikuler. Kegiatan ekstra-kulikuler merupakan serangkaian kegiatan ter-program yang dilakukan diluar kegiatan pembe-lajaran yang bertujuan untuk menambah pengetahuan baru, mengasah kemampuan serta menumbuhkan minat dan bakat siswa.

Ada beberapa karakter yang bisa diterapkan di sekolah, antara lain yaitu :

  1. KedisiplinanPeserta didik harus memiliki karakter disiplin dengan cara melakukan kebiasaan yang bisa mencerminkan sikap disiplin terhadap peserta didik. Sikap disiplin yang timbul dalam diri peserta didik atas kemauan sendiri tanpa ada unsur keterpaksaan dari orang lain. Di sekolah menerapkan tata tertib sekolah yang harus dilakukan peserta didik agar mampu menumbuhkan karakter kedisiplinan (Fitriyah, 2018)
  2. Cinta budaya. Sekolah merupakan wadah kreativitas agar siswa tidak hanya pandai dalam bidang akademik tetapi juga wadah imajinasi dan kreasi siswa. Hal itu dapat dilihat bahwa Sekolah memiliki program ekstrakurikuler tari. Pentingnya dalam memahi belajar tari di jenjang sekolah dasar (SD) tidak hanya di nilai dari estetikanya saja, melainkan juga di pahami melalui pembuatan ide sampai ide tersebut dapat terealisasikan. Mulai dari pemilihan tari yang cocok untuk di ajarkan di jenjang sehingga dapat di apresiasi melalui pertunjukan pensi yang di gelar setiap akhir tahun pelajaran. Karena ditengah-tengan hidup diantara orang lain, hal itu bisa memberikan kebanggaan terhadap Bangsa Indonesia, dan bisa memperkenalkan budaya-budaya Indonesia kepada masyarakat luar negeri. Tujuan diadakannya pantas seni akhir tahun pelajaran guna sebagai upaya melestarikan serta mengembangkan budaya Indonesia Tujuan adanya pendidikan dan kebiasaan yang dilakukan di lingkungan sekolah maupun lingkungan keluarga yaitu menambah cinta terhadap budaya yang abadi Indonesia. 
  3. Cinta Tanah Air. Mempunyai rasa kecintaan terhadap tanah air Indonesia merupakan hal sangat penting yang harus dimiliki peserta didik, karena sebagai perwujudan kebanggaan terhadap tanah airnya, rela berkorban bagi bangsa dan negaranya, dan menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa. Seseorang yang memiliki rasa cinta tanah air akan melakukan segala hal untuk melindungi, menjaga kedaulatan, dan kehormatan. Rasa cinta tanah air yang dimiliki seseorang inilah yang akan mendorong seseorang dalam membangun negara yang penuh dedikasi. Maka dari itu, rasa cinta terhadap tanah air perlu dikembangkan disetiap jiwa individu yang termasuk warga negara supaya tujuan hidup bersama bisa tercapai (Tarmizi, 2017).

Terdapat berbagai macam kegiatan ekstra-kulikuler yang mampu membentuk karakter cinta tanah air yang ada di Sekolah Indonesia bisa melalui kegiatan PASKIBRAKA, pramuka, dan kegiatan-kegiatan ektrakulikuer lainnya yang mampu mengasah kemampuan siswa. Kegiatan tersebut tentu tidak lepas dari peran guru yang berperan ganda dalam melestarikan dan membentuk karakter siswa di Sekolah

Kesimpulan

Konsep pembelajaran dalam masa pandemi ini menerapkan sistem pembelajaran BDS (Belajar Di Sekolah) dan BDR (Belajar Di Rumah). Selain itu, guru juga memiliki peran dalam mempertahankan budaya Indonesia. Yaitu dengan cara mengajarkan kesenian. Kesenian sendiri diajarkan melalui Kegiatan ekstrakulikuler yang dapat menambah wawasan pengetahuan siswa tentang kebudayaan Indonesia. Kesenian tersebut meliputi Tari daerah, alat music tradisional, membuat hasta karya termasuk melukis batik yang menjadi ciri khas Negara Indonesia. Dalam pelestarian tersebut tentu saja terdapat campur tangan dari guru yang selalu membagi ilmu pengetahuan kepada siswanya mengenai kebudayaan Indonesia. pembentukan karakter sudah di tanamkan sejak memasuki jenjang taman kanak-kanak dan bingkai dalam berbagai macam bentuk kegiatan. Karakter yang diterapkan dalam sekolah tersebut meliputi kedisiplinan, cinta budaya, dan cinta tanah air yang berupa ekstrakulikuler PASKIBRAKA, yang bersemboyan “Satu untuk semua, semua untuk satu”. Dengan begitu diharapkan semua guru dapat mempertahankan budaya indonesia untuk membentuk karakter siswa.

Penulis adalah pengajar di SMPK Amal dan Kurban (Amkur) Sambas, Kalimantan Barat.

Share: Youtube

Informasi Covid-19

Total Tayangan Halaman

Popular

Facebook

Gerunion Creator

Wikipedia

Hasil penelusuran

Adsense

Recent Posts

Pepatah Lio

  • Ni Sariphi Tau Wini, Tuke Sawole ngara du nggonde.
  • Lowo Jawu Ae Ngenda.
  • Ndange Beke dan Ngenda Beke.