berbagi kemesraan tentang keanekaragaman budaya Nusantara

Satuan Ukuran di Lio Ende

 Oleh : Ludger S




Dalam kehidupan sehari - hari tentu secara sadar maupun tak sadar kita menjalani ukuran atau takaran dalam satuan tertentu. Seperti saat kita ke kebun, ke kantor, ke sekolah dan aktivitas lainnya secara tak sadar kita telah mengukur kegiatan kita dengan satuan ukuran tertentu. Kita telah mengukur jarak dari rumah ke kebun ke sekolah, ketempat kerja. Selalu dan selalu mengukur setiap aktifitas kita dengan satuan ukuran panjang, lebar, luas, tinggi, dalam, besar, kecil, banyak sedikit dan lainnya. 

Berbagai jenis satuan ukuran :
1. Satuan Ukuran Panjang
2. Satuan Ukuran Luas
3. Satuan Ukuran Berat
4. Satuan Ukuran Volume
5. Satuan Ukuran Waktu 
Satuan Ukuran Panjang
Secara umum semua manusia didunia mengenal sistim metrik untuk mengetahui ukuran panjang. Beberapa negara seperti Amerika, India, menggunakan sistim imperial untuk mengetahui ukuran panjang. Di kebudayaan Lio kita akan mengetahui satuan ukuran panjang seperti :  
1. Fate atau Safate = seukuran ruas jari
2. Buku atau Sabuku = seukuran ruas bambu
3. Paga atau Sapaga = seukuran jengkal
4. Siku atau Sasiku = seukuran ujung jari sampai siku
5. Kasa atau Sakasa = sukuran ujung jari sampai setengah dada
6. Re'pa atau Sarepa = seukuran depa
7. Baga atau Sabaga = seukuran langkah
8. Tali atau Satali = seukuran tali
9. Be'la atau Sabe'la = seukuran bambu 
10. Ga'pe atau saga'pe = seukuran bambu yang sudah dipatok

Penggunaan dalam keseharian tergantung situasinya. Misalnya saat pembagian lahan tanah garapan, tuan adat akan menyebutkan satuan ukuran "satali sabela". Sehingga istilah adat saat pelaksanaan pembagian lahan garapan disebut dengan, "pati tali boka bela". Saat pembngunan rumah, sering menggunakan satuan panjang, "paga, siku, repa"

Pati Tali Boka Be'la, hanya digunakan saat pembagian lahan kepada "ana kalo fai walu" (warga ulayat adat). Lahan ini bisa dari pembukaan hutan adat, atau tanah adat lainnya. Dalam hal "pati tali boka be'la" satuan ukuran panjang yang digunakan, tali yang diambil dari hutan dan "be'la" berupa bambu yang sangat tipis. Maaf saya tidak tahu apa nama latin atau bahasa Indonesia nya. Tali dan be'la yang sudah disiapkan oleh mosalaki akan menjadi ukuran luas kebun warga. Sebutan lokal, "satali sabe'la". Yang mana tali menjadi ukuran panjang dan be'la menjadi ukuran lebar. 

Pembangunan Rumah. Dalam hal Pembangunan rumah, satuan ukuran panjang yang sering digunakan adalah, "paga, suku, re'pa, papa, ga'pe.Ini terungkap dalam Pembangunan "Keda" dengan sebutan "Sasiku sapaga".

Satuan Ukuran Luas
1. Kebe / Sakebe = sepetak sawah / ladang
2. Uma / Sauma = sekebun
3. Ngebo / Sangebo = sekebun
4. Tiwu / Satiwu = sekolam
5. Kuru / Sakuru = sepadang
Dalam keseharian satuan ukuran luas dapat dilihat di lahan garapan warga baik seperti "uma (kebun), rano (sawah)".  Di suku Lio ada lahan garapan warisan yang terdiri dari beberapa penggarap yang disebut "nge'bo"

Satuan Ukuran Berat
1. mbola/benga = bakul anyaman dari bahan bambo
2. nggala = khas adat untuk menyimpan emping dan beras seremonial 
3. rombo = serupa bakul  
4. boro 
5. lepo 
6. kidhe
 
Satuan Ukuran Volume
1. nge'nda
2. kopo
3. kuwi / ruwi
4. kumu

Satuan Ukuran Waktu
1. sa kobe = semalam
2. sa leja = sehari
3. Sa ngai = seukuran tarikan napas
4. Sa wula = sebulan
5. Sa kiwa = setahun

Share: Youtube

Mengenal Bilangan Dasar Orang Lio

 Oleh : Ludger S




Secara singkat para ahli matematika mendefenisikan bilangan sebagai sesuatu yang menunjukkan banyaknya sesuatu. ST. Negoro dan B. Harahap dalam bukunya yang berjudul Ensiklopedia Matematika, menyebutkan bahwa bilangan adalah suatu ide yang bersifat abstrak, bukan merupakan simbol atau lambang dan bukan pula lambang bilangan. Bilangan memberikan keterangan mengenai banyaknya anggota pada suatu himpunan. Banyaknya anggota kedua himpunan itu dinyatakan dengan bilangan. Untuk membedakan bilangan yang satu dari yang lain, diperlukan “nama”. Seperti nama bilangan dari himpunan A dan B pada permisalan di atas adalah “Tiga”. Nama yang diberikan kepada bilangan tidak sama, tergantung pada bahasa yang dipergunakan, misalnya: Orang Cina menamakan bilangan tiga dengan “sam”. Orang Inggris dengan “three”, Orang Lio dengan “telu”, dan lain sebagainya.

Suatu bilangan dinyatakan dengan lambang bilangan yang disebut Angka. Penulisan angka ini bermacam-macam yang dapat dinyatakan dengan lambang. Sebaliknya, setiap lambang hanya mewakili sebuah bilangan saja, seperti lambang 4 hanya mewakili bilangan empat saja. Jadi setiap bilangan dapat diwakili oleh lebih dari satu lambang, dan sebaliknya setiap lambang hanya mewakili satu bilangan saja.

Sama seperti budaya lain yang tersebar di Nusantara. Dalam kehidupan sehari - harinya setiap adat dan tradisi mempunyai sistim bilangan masing masing - masing. 

 

Baca Juga : Wurumana Part1


Bilangan Orang Lio 

Mari kita membuktikan bilangan asli yang ada di Suku Lio Ende

1 = esa 
2 = rua
3 = telu
4 = sutu
5 = lima 

Apakah orang Lio tidak mengenal bilangan dasar 6, 7, 8, 9, 10?

Bulangan 6 - 10 adalah hasil penjumlahan dari bilangan asli.

6 = enam : lime esa = lima tambah esa (5 + 1)
7 =  tujuh : lima rua = lima tambah rua (5 + 2)
8 = delapan : rua mbutu atau rua mbotu = kurang 2 jadi sepuluh.
9 = sembilan : tera esa = kurang sedikit jadi sepuluh. Ini dari kata "te'ra / tera" yang menenrangkan sedikit lagi.
10 = sepuluh : sambulu = Sa mbulu menerangkan angka persepuluhan.

Sejauh ini saya belum mendengar angka "0" dalam bahasa daerah Lio 


Share: Youtube

Mosalaki Sebagai Pemimpin Adat Masyarakat Suku Lio di Ende

 oleh : Ludger S.


Banyak ulasan tentang Lio atau kata Lio. Disini saya hanya mengulas tentang Suku Lio dari "Lio Sa Ligo Dongo Sa Pongo" dari garis keturunan "Ndange Beke dan Ngenda Beke". Mereka yang menempati kampung Nua One, Lise Boko, Lise Laka dan seterusnya. 

Secara umum banyak yang mengenal Lio adalah satu Suku yang terletak di kabupaten Ende. Sebenarnya Lio terdiri dari beberapa suku. Ada suku Unggu, Wologai, Lise, Mbuli, Moni dan lain sebagainya. Semua dengan berbagai kekhasan sukunya. Dari nama rumah adatnya, dari mata pencahariannya dan dari berbagai unsur - unsur budaya yang menggaris bawahi perbedaan antara mereka. Diantaranya dari "sistim kepemimpinan" masing - masing suku. 

Kepemimpinan di suku Lio umumnya dilihat dari hak ulayat. Ada hak persekutuan adat, ada hak tunggal. Ini berdasarkan hak atas tanah yang mereka tempati dan mereka miliki. Disebut persekutuan karena dalam suatu ulayat terdiri dari beberapa clan adat yang membentuk satu kampung persekutuan adat. Yang hak tunggal karena kepemilikan tanah ulayat merupakan hak perseorangan. Kepemimpinan Adat adalah sistem kepemimpinan yang ditetapkan secara adat untuk mengatur penguasaan, pemanfaatan, dan pengelolaan wilayah masing - masing terutama masalah penguasaan lahan. Pemimpin adat dipimpin oleh "Mosalaki".  

Baca Juga : Perkawinan Adat Lio di Kampung Wologai

MOSALAKI

Mosalaki terdiri dua suku kata, "Mosa" yang berarti jantan atau laki - laki dan "laki" yang berarti tuan.  Dibeberapa kampung persekutuan adat terdiri dari beberapa orang mosalaki. Sedangkan dibeberapa kampung adat yang mempunyai hak tunggal, hanya ada satu mosalaki. 

Mosalaki Adat Persekutuan 
Sebagai pemimpin persekutuan adat dalam kepemimpinannya untuk mengatur penguasaan, pemanfaatan, dan pengelolaan wilayah terutama dalam penguasaan lahan, sejak turun temurun sudah membagi peran kebeberapa mosalaki. Pembagian ini berdasarkan garis keturunan dalam masing - masing rumah adat. 

Sebagai contoh. Sebut saja Kampung A dipimpin oleh mosalaki yang bernama Ngenda. Dalam kesehariannya ada beberapa seremonial adat yang harus dijalankan. Seperti seremonial "Po'o, keti uta" dan lain sebagainya. Ngenda memiliki 2 anak laki - laki. Ngenda akan membagi tugas kepada anaknya untuk melaksanakan seremonial adat tersebut. Maka anak Ngenda akan disebut laki dengan seremonial adat sesuai tugas dan fungsinya.

Pada dasarnya, mosalaki adalah satu orang dalam satu wilayah. Pembagian peran dan tugas terjadi karena terlahirnya beberapa anak laki - laki dari sang mosalaki. Anak sulung akan menerima warisan kesulungan. 

Pembagian Mosalaki

Disetiap kampung adat yang merupakan persekutuan adat, ada beberapa mosalaki. Sesuai haknya ada beberapa pembagian mosalaki :
1. Mosalaki pu'u
2. Mosalaki ria bewa
3. Mosalaki sa'o (mosalaki yang berhak atas masing - masing rumah adat).
4. Mosalaki kopo kasa (Mosalaki yang berhak atas suatu distrik ulayat).
dan lain sebagainya.

Sesuai peran dan fungsinya, mosalaki dikenal dengan sebutan :
1. Mosalaki pu'u
2. Mosalaki ria bewa
3. Mosalaki pu maru
4. Mosalaki koe kolu
5. Mosalaki kago kao 
6. Mosalaki te'ka be'ga kore mbore
7. Mosalakai pati tali boka be'la 
dan lain sebagainya.

Sedangkan untuk menjalankan tugas sesuai peran dan fungsinya, masing - masing ulayat adat memiliki perbedaan sesuai warisan leluhurnya. 
Secara asal usul, semua mosalaki adalah saudara sekandung. Sejak berkembang biak yang dalam bahasa lio dikenal dengan sebutan, "ngeu gi nge'da pe'pa" terjadi pembagian hak, tugas dan fungsi mosalaki.

Simbol Kebesaran Mosalaki
Secara umum setiap mosalaki dapat dilihat dalam kesehariannya dalam hal berpakaian. Mosalaki akan mengenakan "lesu" atau destar. Saat pelaksanaan seremonial adat, mosalaki akan mengenakan "lesu dan luka (selendang adat)". Ini mengartikan bahwa mosalaki ini berhak atas tanah dan batu di ulayat adatnya. 
Simbol kebesaran mosalaki juga terlihat dari tugas dan gungsinya. Selain itu juga akan terlihat dari besar kecilnya pembagian daging atas hewan yang disembelih.  

Hak - Hak Mosalaki

Hak atas Seremonial Adat.
Dalam kehidupan sehari - hari, masyarakat Lio diwariskan dengan berbagai seremonial adat yang sudah ditetapkan sejak generasi pendahulu. Seremonial - seremonial adat tersebut merupakan bagian dari kehidupan yang tak terpisahkan. Seperti seremonial adat terhadap kelahiran dikenal dengan sebutan, "wa'u nata, nira nio" atau sebutan lainnya. Sremonial saat pembangunan rumah baru, "ndeku le'ke" yang sekarang dikenal dengan sebutan, Peletakan Batu Pertama". Seremonial - seremonial adat tersebut wajib hukumnya harus dilaksanakan oleh mosalaki. 

Baca Juga : Hukum Adat Lio 

Hak atas Tanah Ulayat
Sesuai dengan perannya, mosalaki berhak atas tanah ulayatnya. Tanah - tanah ulayat mempunyai batas yang jelas. Ulu (batas awal tanah), eko (batas akhir tanah), langi (batas bersebelahan) dipatok secara jelas sehjak turun temurun. Seluas tanah ulayat akan diberikan kepada masing - masing anggota clan adat sesuai susunan rumah adatnya. 

Setiap warga berhak mendapatkan lahan untuk pemukiman, membuat kebun ladang dan kegiatan lain sesuai dengan peruntukannya. Hak warga atas tanah ulayat hanya sebatas HAK GARAP. Baik kepemilikan atas tanah tersebut yang dia dapatkan melalui pembagian dari mosalaki, warisan, meminjam atau menyewa. Secara rinci asal kepemilikan atas lahan secara individu masyarakat adat suku Lio adalah sebagai berikut : 

     1. Lahan hasil pembukaan hutan
Setiap warga yang ikut serta dalam pembagian lahan dari mosalaki atas tanah ulayat saat pembukaan hutan adat untuk tujuan berkebun atau tujuan lainnya mereka memiliki hak garap atas lahan yang telah dibukanya. Lahan hasil pembukaan hutan oleh mosalaki tersebut merupakan milik individu pembuka lahan dan dapat diwariskan kepada keturunannya.
Ketentuan ini tidak berlaku bagi warga pendatang, kecuali warga tersebut telah diterima sebagai anggota masyarakat adat setempat dan selanjutnya memiliki hak yang sama untuk memanfaatkan lahan tersebut untuk keperluan perladangan atau perkebunan. 
      2.Lahan warisan 
Kepemilikan lahan dapat pula diperoleh dari hasil warisan orang tuanya atau warisan masing - masing rumah adat. Sistem pewarisan masyarakat suku Lio adalah hak warisan diberikan kepada anak laki-laki juga kepada anak perempuan. Namun anak perempuan tersebut berhak memanfaatkan lahan untuk kepentingan berkebun atau kepentingan lainnya atas persetujuan saudara laki-lakinya. Menurut ketentuan adat, anak perempuan walaupun tidak berhak atas warisan lahan, saudara laki-lakinya wajib memberikan makan kepada saudara perempuannya. Seorang anak perempuan tidak menerima warisan dari orang tuanya karena dia akan mendapatkan lahan dari suaminya apabila dia telah menikah.
Ini tidak berlaku pada dengan jenis perkawinan tertentu yang menerangkan "kawin masuk". Lahan hasil warisan sifat kepemilikannya adalah mutlak dan dapat dimanfaatkan oleh pemiliknya sesuai dengan kemampuannya. Hak atas lahan hasil warisan ini dapat dipindah tangankan sesuai dengan aturan adat.  

Secara umum, tanah ulayat di suku Lio tidak diperbolehkan untuk jual beli. 


Hak dalam Hukum adat.
Hak ini terjadi pada Perkawinan adat, Pelanggaran atas larangan adat, Putusan adat atas perkara dalam kehidupan. 

  



Share: Youtube

"Gawi" Tarian Adat Suku Lio di Ende Flores

Oleh : Ludger S


Sebelum kita membahas tentang Gawi atau Tarian Gawi ada baiknya kita mengenal beberapa hal penting tentang gawi.

Kanga. Tempat bermain tandak. Berbentuk lingkaran dari batu - batu alam yang membentuk pagar kelilingnya dengan Tubu (stupa) dalam lingkarannya. Kanga dikenal dengan 2 jenis. Ada "kanga le'ko" untuk para pemula yang mau melatih gawi dan Kanga yang asli dan sakral untuk bermain tandak. 

Bpk. Serilus Seko
Ata Sodha di Kampung Wologai

Ata Sodha. Terdiri dari 2 suku kata "ata" dan "sodha". Ata artinya orang. Sodha artinya nyanyian solo tanpa musik untuk mengiringi tarian gawi dengan syair - syair bahasa lokal yang mengarahkan orang - orang untuk mengikuti irama sodha dalam bermain Tandak (gawi) untuk menghentakan kaki. Sodha hanya boleh dilakukan oleh 1-2 orang. 1 orang solo tunggal dan 1 lainnya pengiring.

Ulu. Pemimpin Gawi itu biasa disebut dengan ungkapan Ulu. Ulu memberikan aba-aba kepada para peserta tarian dengan menggerakkan tongkat yang berjumbai ekor sapi atau ekor hewan lainnya ditangan kirinya. Ulu memberikan semangat kepada peserta gawi terutama kepada Naku Ae

Eko. Orang kedua yang memimpin Gawi adalah Eko. Eko berperan menjaga keberlangsungan tarian Gawi dengan cara merapatkan peserta gawi untuk tidak terlalu berjauhan. 

Naku Ae. Naku Ae ini terdiri dari beberapa pemuda yang berperawakan gagah yang bertugas untuk memeriahkan Gawi. Naku Ae dengan semangat bermain Gawi, mereka berupaya agar seluruh peserta dapat ikut larut dalam kegembiraan bersama dalam tarian itu.

Baca Juga : The Exotic Traditional Wologai Village

Ana Rusa. Adalah seorang laki - laki yang memberi semangat kepada peserta gawi. Ana Rusa selalu dalam lingkaran gawi. Bergerak kesana kemari dengan gerakan tubuh seperti menghipnotis orang untuk tetap bermain tandak / gawi. 

Gawi 

Gawi adalah tarian tradisional yang dilakukan secara masal di beberapa suku Lio Kabupaten Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tarian ini merupakan salah satu tarian adat masyarakat suku Ende Lio sebagai ungkapan rasa syukur atas segala rahmat yang diberikan oleh Tuhan kepada mereka. Biasanya gawi dimainkan saat puncak seremonial adat mensyukuri hasil panen dan awal mula musim tanam. Tariian Gawi yang dilakukan secara masal dengan saling berpegangan tangan dan membentuk formasi lingkaran.

Kata Gawi sendiri terdiri dari 2 suku kata. "Ga" yang berarti segan dan "Wi" yang berarti tarik. Sehingga saat bermain gawi, setiap orang saling tarik dalam pegangan untuk menjaga kerenggangan dan saling menjaga orang disamping kiri kanannya dalam sikap santun "segan".

Gawi atau yang dikenal dengan sebutan Tandak dimainkan setelah seremonial adat "ia keu". (Apa itu "ia keu" silahkan berkunjung ke Kampung adat Wologai). 

Dalam Gawi dikenal dengan dua istilah lainnya, yakni "wela ha'i" dan "ha'i rua". Wela Hai lebih tepatnya disebut irama tunggal. Ini dilakukan saat ata sodha permulaan "oro'.Saat wela ha'i, semua peserta gawi mengikuti putaran kekiri. Saat wela ha'i juga, saat dimana ata sodha menyanyikan sejarah singkat tentang suku dimana dia berada. Menjelaskan siapa saja sebagai pemangku adat (mosalaki), siapa saja yang berperanan dalam tugas adatnya. Saat wela ha'i juga semua peserta gawi diminta hening, beberapa kali menyahut oro dari ata sodha.

Ha'i Rua. Saat ha'i rua, semua peserta gawi bergerak kearah kanan. disini mulai menunjukkan peran masing - masing. Ata sodha mulai dengan nyanyian menghibur, pantun. Ulu mulai memberikan semangat. Naku ae mulai meliuk - liuk badannya memberi semangat. Tetap dalam lingkaran saling berpegangan mulai dengan gerakan kekanan. Saat ini orang mulai hitung berapa lapis manusia yang hadir. Dalam Kanga yang tidak seberapa luas, bisa mencapai 7 lingkaran. 

Ata sodha akan melihat seberapa semangat gawi yang dimainkan. Apabila sudah menunjukan kelelahan akan kembali ke gerakan awal, "wela ha'i".  

Dalam gawi juga dikenal dengan 2 sebutan. Gawi Sia dan gawi Leja. Gawi sia yang dimainkan malam hari sampai matahari terbit. Sedangkan gawi leja, gawi pada siang hari atau setelah gawi sia.

Baca juga : Nama Bulan dalam bahasa Lio

Pada umumnya tarian gawi merupakan ungkapan syukur atas hasil panen kepada "Du'a gheta landi leja, Ngga'e ghale wena tana" (Tuhan ditengah matahari, Tuhan didasar bumi). Sehingga saat bermain gawi, semua dengan mengenakan pakaian lokal. Yang perempuan mengenakan pakaian Lawo (sarung daerah khusus perempuan) dan Lambu (baju adat khusus perempuan). Yang laki - laki mengenakan pakaian Ragi (sarung adat khusus laki - laki) dan lambu. Yang laki - laki bisa mengenakan baju ketiak atau baju alas juga bisa tidak mengenakan baju. Khusus untuk para tua adat (mosalaki) mereka akan memakai luka (selendang adat) dan lesu (destar). Tua adat wanita mengenakan baju hitam.

Larangan dalam gawi :

  1. Perempuan dan laki - laki tidak boleh dalam satu lingkaran atau berpegangan langsung antara perempuan dengan laki - laki. Yang perempuan selalu dibaris luar lingkaran. Hal ini berkaitan dengan kata "ga" atau segan. Untuk mencegah bersentuhan langsung antara menantu pria dengan ibu mertua atau sebaliknya antara mertua pria dengan istri dari anak laki-laki.
  2. Setiap barang yang jatuh seperti sapu tangan, tas kecil, hp dan lainnya saat bermain tandak, dilarang untuk mengambil sendiri. Wajib diambil oleh tetua adat yang berhak. 
  3. Wajib memakai pakaian adat setempat.
  4. Dilarang memakai alas kaki.
  5. Dilarang membuat keonaran saat bermain tandak.
Yang tidak taat pada larangan akan dikenakan sanksi adat (poi) berupa binatang yang besar kecilnya sesuai dengan kesalahannya.



Share: Youtube

Informasi Covid-19

Total Tayangan Halaman

Popular

Facebook