berbagi kemesraan tentang keanekaragaman budaya Nusantara

Tampilkan postingan dengan label Contact. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Contact. Tampilkan semua postingan

Wallpaper













Share: Youtube

Mario's Trip to Tiwusora Lake

oleh Ludger S


dr Mario di Tiwu Sora

Selasa 4 Des 2018. dokter Yohenes Mario yang akrab disapa dr Mario menjelajah "trisula selatan" Lepkes. Tujuan hiking, Tiwu Sora. Perjalanan dimulai dari tempat pengabdian Puskesmas Peibenga - Nua Leta - Keriselo - Lisekuru - Mbe'i Ndori - Nuawika - Saga Pare - Ratenggoji - Detuara - Detulate - Detunaka - Diriani - "Tiwusora" - Deturia - Liselande - Hangalande - Pise - Ratebobi - Kotabaru - Maurole - Ranokolo - Wewaria - Detuoko - Ekoleta - Wologai - Peibenga. Berangkat jam 07.00 - 20.30 witteng. Melelahkan namum sangat puas dengan keaslian alam yang masih sangat natural. 

Menggunakan sepeda motor jenis Verza, bekal makan dan minum, camera, perlengkapan P3K, dikemas dalam ransel siap go...go...go.... Di pandu oleh Berto Roga Langga yang juga sopir di Puskesmas Peibenga mulai hiking. Istirahat sejenak di Mbotu Laka Beke, kiran - kira 20 menit perjalanan dari Peibenga. Mbotu Laka Beke yang terletak persis di bawah gunung Kelisoke mempunyai view alam yang sangat luar biasa. Yang takut ketinggian sebaiknya jangan coba menelusuri Mbotu Laka Beke. Setelah mengabadikan beberapa moment perjalanan dilanjut sesuai jalur hikingnya, Mbe'i Ndori - Nuawika - Saga Pare - Ratenggoji - Detuara - Detulate - Detunaka - Diriani - "Tiwusora".



Memasuki wilayah Tiwusora tepatnya di perkampungan Diriani, kebetulan berpapasan dengan petani yang kebetulan lewat, menanyakan letak "Tiwusora". Setelah melewati jalur tradisional tapi bisa dilewati sepeda motor bagi yang berani, sampai juga ke Tiwusora. Sebuah danau yang sangat natural. Sangat sejuk, banyak jenis pohon besar yang tumbuh di sekitar danau. Airnya yang sangat jernih, bening, dapat memantulkan hasil bidikan camera diatas permukaan. Selanjutnya tentang "Tiwusora" dibahas pada kesempatan berikutnya.


Mbotu Laka Beke

Perjalanan dilanjutkan ke Deturia. Sebuah hamparan padang yang sangat luas dengan pemandangan alam yang sangat luar biasa. 


Tiwusora

Tiwusora

Berto di Tiwusora

Berto di Tiwusora

Lokasi Deturia

Lokasi Deturia

Lokasi Deturia

Lokasi Deturia

Semua foto diatas, koleksi pribadi dr Yohanes Mario Ramli


#wologai
#ludgerwologai
#budayawologai
#puskesmaspeibenga



Share: Youtube

Embung Kaleraga

Oleh Ludger S


Embung atau tandon air merupakan waduk yang dibangun untuk menampung kelebihan air hujan di musim hujan. Air yang ditampung tersebut selanjutnya digunakan sebagai sumber air di musim kemarau. Embung merupakan salah satu teknik pemanenan air (water harvesting) yang sangat sesuai pada ekosistem tadah hujan atau lahan kering dengan intensitas dan distribusi hujan yang tidak merata.  embung dapat digunakan untuk menahan kelebihan air dan menjadi sumberair irigasi pada musim kemarau. Secara operasional sebenarnya embung berfungsi untuk mendistribusikan dan menjamin kontinuitas ketersediaan pasokan air untuk keperluan tanaman ataupun ternak di musim kemarau.

Embung Kaleraga yang terletak di desa Nggumbelaka Kecamatan Lepembusu Kelisoke Kabupaten Ende Provinsi Nusa Tenggara Timur, merupakan sebuah embung yang dibangun diatas tanah warga yang dihibahkan kepada pemerintah desa Nggumbelaka melalui mosalaki (tua adat) Peibenga. 

Stefanus Reku Nggela K
epala Desa Nggumbelaka
 

Kepala Desa Nggumbelaka bapak Stefanus Reku Nggela yang sering di sapa kades Fanus menjelaskan sejak penjaringan aspirasi masyarakat melalui proses perencanaan partisipatif, telah disepakati untuk pembangunan sebuah embung desa yang berlokasi di Kaleraga. Embung tersebut dibangun dengan dana Bantuan Kementrian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi melalui Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, sambung Fanus. Diharapkan dengan dibangunnya embung desa Kaleraga, kedepannya warga masyarakat yang mempunyai lahan disekitar embung tidak mengalami kekurangan air untuk mengolah lahan pertanian yang ada juga untuk keperluan peternakan. Kades Fanus juga berharap setelah diserah terimakan embung Kaleraga kepada Bumdes Ndopo Lamba melaui manager Bumdes bapak Silvester Lopi, dapat dikelola dengan baik selain untuk para petani setempat, kiranya dapat menjadi salah satu aset desa yang bermafaat juga untuk pariwisata. Karena letak embung Kaleraga sangat dekat dengan wisata alam "Muru Dhe Kale". 

Baca juga : Lepembusu Kelisoke 

Embung memang salah satu pembangunan yang langsung dirasakan oleh masyarakaat desa. Secara tidak langsung embung selain bermanfaat sebagai sumber tersedianya air dimusim hujan, diharapkan akan meningkatkan ketahanan pangan dan memberikan dampak meningkatkan taraf ekonomi masyarakat.

Dens Djandet,
Pendamping Desa Pemberdayaan

Dens Djandet, Pendamping Desa Pemberdayaan Nggumbelaka menjelaskan sesuai perencanaan awal embung Kaleraga memiliki 2 fungsi yakni ; sebagai sarana untuk menyuplai air menuju lahan pertanian warga / mengairi areal tanaman pertanian dan juga akan difungsikan sebagai kolam mancing karena akan ditaburi benih ikan. 

Menyadari akan pentingnya embung bagi masyarakat desa khususnya di Nggumbelaka lanjut Dens Djandet yang bernama lengkap Gaudensius Dupdu Jandet mengatakan untuk mengatasi kekurangan air di musim kemarau yang sering terjadi di dataran tinggi seperti di wilayah desa Nggumbelaka dan sekitarnya dalam pemenuhan kebutuhan akan air kepada lahan pertanian warga dan peternakan warna Embung Kaleraga merupakan solusi yang tepat. 

Sebagai Pendamping Desa Pemberdayaan, kedepannya Dens berharap pengelolaan embung tidak hanya sebatas pemenuhan akan kebutuhan air, tetapi juga sebagai lokasi pariwisata. Karena letak embung Kaleraga sangat dekat dengan "Muru Dhe Kale" (air terjun).

Silverter Lopi,
Manager Bumdes

Bapak Silvester Lopi, sebagai manager Bumdes Ndopo Lamba menyambut baik pembangunan Embung Kaleraga. Lopi mengatakan masih banyak hal yang harus ditata disekitar embung. Harus ada pengaman berupa pagar, harus ada lopo - lopo peristirahatan. Sejalan dengan pendapat Kades Fanus dan Pendamping Desa Dens Djandet, untuk mengembangkan embung Kaleraga menjadi lokasi pariwisata, sebagai kolam pemancingan dan memungkinkan untuk dijadikan sarana olahraga. 

Baik kades Fanus, Dens dan sdr Lopi mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementrian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi melalui Dirjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa yang telah memberikan sejumlah dana untuk desa Nggumbelaka guna membangun embung Kaleraga. Terima kasih juga kepada Pemerintah Provinsi NTT, kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Ende dalam hal ini Bupati Ende melalui Dinas Pertanian Ende dan DPMPD Ende yang telah memberikan Rekomendasi kepada desa Nggumbelaka untuk pembangunan embung Kaleraga. 

Khususnya kepada kepala Dinas DPMPD bapak Yohanis Neslaka, S.Sos.Msi, kades Fanus menceritakan, bersama tim kabupaten, tim kecamatan dan pendamping desa selalu memantau pembangunan embung Kaleraga baik melalui telepon maupun pantauan langsung ke lokasi. 

Semangat Kebersamaan untuk membangun desa. 
Share: Youtube

Nduaria

Oleh : Ludger S



Bpk Hendrikus Bu
Sebuah kampung dengan nama desanya juga sama, “Nduaria”. Letaknya tidak jauh dari ibukota  kabupaten Ende. Kira – kira satu setengah jam perjalanan dengan jarak tempuh sekitar 50 KM arah timur dari Ende kita akan memasuki desa atau kampung Nduaria. Iklimnya yang khas burrrr dinginnya, menambah pesona Nduaria untuk dikunjungi. Yah! Setidaknya kita bisa berbagi cerita dengan orang Nduaria, merasakan keramahtamaan orang Nduaria dan menikmati hasil panenan yang ada di Nduaria.

Ine Tuteh Pharmantara
Banyak yang mengenal Nduaria karena pasar tradisional hariannya. Ada banyak jenis sayuran, banyak jenis buah yang bisa nikmati disana. Dengan mengeluarkan isi dompet beberapa ribu anda bisa membawa pulang jenis sayuran dan buah yang ada di Nduaria. Tentunya tidak sampe menguras isi dompet hehehehe. Terlihat jelas pasar tradisionalnya yang sudah dibangun sejak beberapa dekade lalu dipadati warga yang mengais rezeki untuk memenuhi kebutuhan mereka. 

Ine Tuteh Pharmantara
Nduaria juga menyimpan kekhasan budaya lokal warisan leluhurnya. Salah satu kampung yang pegelaran budayanya sangat meriah itu termasuk Nduaria. Pesta tandak “gawi” di “tubu kanga” mencapai berlapis – lapis manusia. Sangat memanjakan mata bagi yang berkunjung ke Nduaria bila bertepatan dengan pesta adatanya. Nduaria juga mempunyai kekhasan tersendiri yang masih berada diperut bumi, perlu digali untuk keberlangsungan sejarah Nduaria ke gerasi berikutnya. Dari tatanan budaya, Nduaria termasuk salah satu kampung yang mempunya komponen ritual hampir lengkap. Ada tubu, kanga, keda, sa’o nggua, sa’o nai pare. Unsur – unsur budaya yang ada di Nduaria menggambarkan kemandirian sejarah sejak beberapa dekade bahkan beberpa abad lalu.

Selain budaya, hampir semua wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur mengenal Nduaria sebagai komunitas petani sayur dan buah. Ada banyak jenis sayuran dan buah yang ditanam oleh masyarakat di Nduaria. Hampir sedaratan pulau flores menjadikan Nduaria sebagai lumbung sayur, lumbung buah. Letak tanah di puncak dengan ketinggian kira – kira 700 – 800 dpl sangat mendukung para petani disana untuk bercocok tanam. Sayur dan buah tidak mengenal musim. Tersedia full januari sampai desember. Banyak mobil pick up dari berbagai daerah berseliweran di jalan – jalan tani seputran Nduaria. 

Ine Tuteh Pharmantara
Nah, bagi anda yang melewati jalur lintas flores baik dari timur ke barat atau sebaliknya, istirahat dan mampirlah sebentar di Nduaria. Perjalanan anda seperti ada yang kurang bila tidak sempat mampir di pasar tradisional Nduaria. So, bagi anda yang pernah mampir disana, pasti punya kenangan unik. Tentunya punya kesan kalau Nduaria itu merupakan ciri khas Lio Ende umumnya. Dari dialek bahasa, tata krama, sikap dan etika pergaulan pasti ada keunikan tersendiri. 

Sampai ketemu di Nduaria 😉

#Wologai
#budayawologai
#ludgerwologai
#puskesmaspeibenga
#pasarnduaria
#nduaria

Share: Youtube

Nijo Pire

oleh : Ludger S


Mari berkunjung ke Kampung Wologai

Hutan Nijo Pire            Foto by Ludger S
Wisata alam yang tidak kalah indahnya, yang berada disekitar kampung Wologai diantaranya Nijo Pire. Nijo berarti buang ludah. Juga mengandung arti melafalkan mantra untuk penyembuhan oleh ata bhisa (dukun). Sedangkan pire berarti larangan yang mengandung makna jangan berbuat. Lokasinya sekitar 1 KM dari kampung adat Wologai. Begitu anda sampai di Wokonio (tempat galian pasir putih) anda akan memasuki pertigaan menuju Wologai, Detukeli, dan kampung daerah pantai utara lainnya. Tepat di tikungan gedung TK/Paud Bata Laki Wologai, dari jalan masuk bagian kiri, akan terlihat hutan yang tidak terlalu luas areanya.

Hutan Nijo Pire                   Foto by Ludger S
Konon menurut cerita dari tetua adat setempat, Nijo Pire merupakan pemukiman tua yang di tempat oleh seorang nenek bernama Ine Lanu. Masyarakat Wologai memahami Nijo Pire sebagai tempat sejarah keberadaan leluhur beberapa abad lalu. Diperkirakan seusia dengan kampung masa lampau Nuaria. 
Dua arti yang termuat pada nama Nijo Pire, yakni merupakan tempat yang dilarang untuk membuang ludah dan sebagai tempat yang dilarang untuk melakukan penyembuhan. Sampai sekarang, Nijo Pire merupakan tempat yang tidak sembarang didatangi oleh masyarakat Wologai. 
Kesan yang terasa jikalau berada di Nijo Pire, serasa di rimba raya. Padahal dekat dengan jalan raya.

Selain sejarah beradanya sebuah kampung tua, Nijo Pire menyimpan sejarah lainnya. Sejarah yang menerangkan kejadian memilukan. Beberapa tua adat menceritakan, dulu saat kampung adat masih dikampung tua Nuaria, saat mau mengerjakan Tubu Kanga, orang - orang pilihan mosalaki berencana mau mengambil Tubu (tiang batu yang dipancang di tengah - tengah kanga) di Nijo Pire. Saat mau mengangkat tubu, satu diantara masyarakat tersebut mati ditempat. Akhirnya batu tubu tersebut juga tidak diambil, diletakan ditempat semula. Orang Wologai meyakini kejadian tersebut merupakan peristiwa sedih karena alam dan leluhur tidak menginginkan batu tersebut diambil atau batu tubuh tidak boleh diambil dari Nijo Pire.

Hutan Nijo Pire         Foto by Ludger S





Share: Youtube

Logoweki

Oleh : Ludger S


Mari berkunjung ke Kampung Wologai



Muru Logo Weki      Foto by Yuven Hary
Kalau yang sering lewati jalur Ende -ke Maumere so pasti akan melewati tempat yang sangat indah, masih tampak zaman old serta terkesan mistic. Nama tempatnya Logoweki. Secara harafiah Logoweki mengandung makna sebuah tempat yang pernah ada kejadian seorang yang bernama Weki bunuh diri dengan cara menjatuhkan diri ke jurang.

Muru Lowo Sobe        foto by Yuven Hary
Logoweki juga mengandung makna menjatuhkan diri ke jurang. Logo artinya buang diri, weki artinya badan atau seseorang yang bernama weki.

Kalau anda dari Ende menuju Maumere, tepatnya di KM ..... anda akan memasuki lembah yang cukup dalam. Perlahan anda akan melihat tebing dengan banyak bebatuan cadas yang tersusun rapih. Di Logoweki banyak terdapat batu yang berbentuk pipih / ceper. Zaman old, banyak wilayah dari Lio mengambil batu dari Logoweki untuk di jadikan batu kubur.

Muru Logo Weki        foto by Themmy 
Tepat di tikungan ada sungai Logoweki dengan jembatan yang dibangun dari zaman Belanda. Ada beberapa pohon beringin besar yang menambah kesan mistic. Berhentilah sejenak, masuk lebih kedalam lagi. Anda akan di suguhkan pemandangan luar biasa. 
Muru Logoweki

Ada tiga muru atau air terjun yang berada di Logoweki. Ketika kita masuk bagian kanan akan terlihat air terjun yang berasal dari sungai Lowosobe yang berhulu di gunung Wolodo. Kita masuk lebih dalam lagi, ada dua air terjun yang sangat dalam. Yang pertama masih bisa dijangkau. Lebih ujung lagi sudah dijangkau karena sangat tinggi tebingnya dan berada diantara bebatuan cadas atos yang sangat licin. Hanya orang - orang dengan ketrampilan khusus dan berani yang bisa menjangkau kesana.

Air terjun yang kadang memancarkan pelangi lokal ini sangat membuat pengunjung terlena. Airnya yang sangat sejuk, walaupun dekat dengan jalan raya anda tidak akan mendengar hiruk pikuk kendaraan, anda benar - benar terbawa ke suasana alam. Ada beberapa jenis burung yang selalu berkicau dan bersarang di sana.

Watu Lewu Le


Watu Lewa Le     foto by Yuven Hary
Saat anda memasuki Logoweki, pada bagian kiri ada sebuah pemandangan indah lainnya. Anda akan terkagum - kagum dan tidak percaya akan kekhasan alamnya. Watu Lewu Le, sebuah batu dengan ukuran sangat besar yang berada diatas ketinggian. Batu dengan diameter sekitar 10 m, seperti di letakan di dua batu penyangga. Batu besar bergoyang - goyang ketika ditiup angin. Takut, ngeri sekaligus takjub melihat kekhasan alamnya. Sesuai dengan namanya, Watu artinya batu, lewu artinya kolong, le artinya bergoyang - goyang. Di Watu Lewu Le ini pada saat tertentu tetua adat melakukan ritual sesajian terhadap berbagai macam jenis ular yang berada disana. Menurut cerita ada banyak jenis ular berada disana, ada yang sampai berkepala 7. Cukup dengan membawa seekor anak ayam yang baru menetas, sejumlah ular akan datang dan menghampiri anda untuk mendapatkan anak ayam tersebut. Hanya untuk orang yang bernyali yang bisa melakukan itu, kalau saya angkat tangan deh 😂

Nah, bagi yang suka berpetualang silahkan berkunjung ke Logoweki. Atau jikalau anda sedang dalam perjalan dari Ende ke Maumere, istirahatlah sejenak di Logowki. 



















Share: Youtube

Informasi Covid-19

Total Tayangan Halaman

Popular

Facebook

Gerunion Creator

Wikipedia

Hasil penelusuran

Adsense

Recent Posts

Pepatah Lio

  • Ni Sariphi Tau Wini, Tuke Sawole ngara du nggonde.
  • Lowo Jawu Ae Ngenda.
  • Ndange Beke dan Ngenda Beke.