oleh : Ludger S.
Banyak ulasan tentang Lio atau kata Lio. Disini saya hanya mengulas tentang Suku Lio dari "Lio Sa Ligo Dongo Sa Pongo" dari garis keturunan "Ndange Beke dan Ngenda Beke". Mereka yang menempati kampung Nua One, Lise Boko, Lise Laka dan seterusnya.
Secara umum banyak yang mengenal Lio adalah satu Suku yang terletak di kabupaten Ende. Sebenarnya Lio terdiri dari beberapa suku. Ada suku Unggu, Wologai, Lise, Mbuli, Moni dan lain sebagainya. Semua dengan berbagai kekhasan sukunya. Dari nama rumah adatnya, dari mata pencahariannya dan dari berbagai unsur - unsur budaya yang menggaris bawahi perbedaan antara mereka. Diantaranya dari "sistim kepemimpinan" masing - masing suku.
Kepemimpinan di suku Lio umumnya dilihat dari hak ulayat. Ada hak persekutuan adat, ada hak tunggal. Ini berdasarkan hak atas tanah yang mereka tempati dan mereka miliki. Disebut persekutuan karena dalam suatu ulayat terdiri dari beberapa clan adat yang membentuk satu kampung persekutuan adat. Yang hak tunggal karena kepemilikan tanah ulayat merupakan hak perseorangan. Kepemimpinan Adat adalah sistem kepemimpinan yang ditetapkan secara adat untuk mengatur penguasaan, pemanfaatan, dan pengelolaan wilayah masing - masing terutama masalah penguasaan lahan. Pemimpin adat dipimpin oleh
"Mosalaki".
Baca Juga : Perkawinan Adat Lio di Kampung Wologai
MOSALAKI
Mosalaki terdiri dua suku kata, "Mosa" yang berarti jantan atau laki - laki dan "laki" yang berarti tuan. Dibeberapa kampung persekutuan adat terdiri dari beberapa orang mosalaki. Sedangkan dibeberapa kampung adat yang mempunyai hak tunggal, hanya ada satu mosalaki.
Mosalaki Adat Persekutuan
Sebagai pemimpin persekutuan adat dalam kepemimpinannya untuk mengatur penguasaan, pemanfaatan, dan pengelolaan wilayah terutama dalam penguasaan lahan, sejak turun temurun sudah membagi peran kebeberapa mosalaki. Pembagian ini berdasarkan garis keturunan dalam masing - masing rumah adat.
Sebagai contoh. Sebut saja Kampung A dipimpin oleh mosalaki yang bernama Ngenda. Dalam kesehariannya ada beberapa seremonial adat yang harus dijalankan. Seperti seremonial "Po'o, keti uta" dan lain sebagainya. Ngenda memiliki 2 anak laki - laki. Ngenda akan membagi tugas kepada anaknya untuk melaksanakan seremonial adat tersebut. Maka anak Ngenda akan disebut laki dengan seremonial adat sesuai tugas dan fungsinya.
Pada dasarnya, mosalaki adalah satu orang dalam satu wilayah. Pembagian peran dan tugas terjadi karena terlahirnya beberapa anak laki - laki dari sang mosalaki. Anak sulung akan menerima warisan kesulungan.
Pembagian Mosalaki
Disetiap kampung adat yang merupakan persekutuan adat, ada beberapa mosalaki. Sesuai haknya ada beberapa pembagian mosalaki :
1. Mosalaki pu'u
2. Mosalaki ria bewa
3. Mosalaki sa'o (mosalaki yang berhak atas masing - masing rumah adat).
4. Mosalaki kopo kasa (Mosalaki yang berhak atas suatu distrik ulayat).
dan lain sebagainya.
Sesuai peran dan fungsinya, mosalaki dikenal dengan sebutan :
1. Mosalaki pu'u
2. Mosalaki ria bewa
3. Mosalaki pu maru
4. Mosalaki koe kolu
5. Mosalaki kago kao
6. Mosalaki te'ka be'ga kore mbore
7. Mosalakai pati tali boka be'la
dan lain sebagainya.
Sedangkan untuk menjalankan tugas sesuai peran dan fungsinya, masing - masing ulayat adat memiliki perbedaan sesuai warisan leluhurnya.
Secara asal usul, semua mosalaki adalah saudara sekandung. Sejak berkembang biak yang dalam bahasa lio dikenal dengan sebutan, "ngeu gi nge'da pe'pa" terjadi pembagian hak, tugas dan fungsi mosalaki.
Simbol Kebesaran Mosalaki
Secara umum setiap mosalaki dapat dilihat dalam kesehariannya dalam hal berpakaian. Mosalaki akan mengenakan "lesu" atau destar. Saat pelaksanaan seremonial adat, mosalaki akan mengenakan "lesu dan luka (selendang adat)". Ini mengartikan bahwa mosalaki ini berhak atas tanah dan batu di ulayat adatnya.
Simbol kebesaran mosalaki juga terlihat dari tugas dan gungsinya. Selain itu juga akan terlihat dari besar kecilnya pembagian daging atas hewan yang disembelih.
Hak - Hak Mosalaki
Hak atas Seremonial Adat.
Dalam kehidupan sehari - hari, masyarakat Lio diwariskan dengan berbagai seremonial adat yang sudah ditetapkan sejak generasi pendahulu. Seremonial - seremonial adat tersebut merupakan bagian dari kehidupan yang tak terpisahkan. Seperti seremonial adat terhadap kelahiran dikenal dengan sebutan, "wa'u nata, nira nio" atau sebutan lainnya. Sremonial saat pembangunan rumah baru, "ndeku le'ke" yang sekarang dikenal dengan sebutan, Peletakan Batu Pertama". Seremonial - seremonial adat tersebut wajib hukumnya harus dilaksanakan oleh mosalaki.
Hak atas Tanah Ulayat
Sesuai dengan perannya, mosalaki berhak atas tanah ulayatnya. Tanah - tanah ulayat mempunyai batas yang jelas. Ulu (batas awal tanah), eko (batas akhir tanah), langi (batas bersebelahan) dipatok secara jelas sehjak turun temurun. Seluas tanah ulayat akan diberikan kepada masing - masing anggota clan adat sesuai susunan rumah adatnya.
Setiap warga berhak mendapatkan lahan untuk pemukiman,
membuat kebun ladang dan kegiatan lain sesuai dengan peruntukannya. Hak warga atas tanah ulayat hanya sebatas HAK GARAP. Baik kepemilikan atas tanah tersebut yang dia dapatkan melalui
pembagian dari mosalaki, warisan, meminjam atau menyewa. Secara rinci asal kepemilikan atas lahan secara individu masyarakat adat suku Lio adalah sebagai berikut :
1. Lahan hasil pembukaan hutan
Setiap warga yang ikut serta dalam pembagian lahan dari mosalaki atas tanah ulayat saat pembukaan hutan adat untuk tujuan
berkebun atau tujuan lainnya mereka memiliki hak garap atas lahan yang telah
dibukanya. Lahan hasil pembukaan hutan oleh mosalaki tersebut merupakan milik individu
pembuka lahan dan dapat diwariskan kepada keturunannya.
Ketentuan ini tidak berlaku
bagi warga pendatang, kecuali warga tersebut telah diterima sebagai anggota masyarakat
adat setempat dan selanjutnya memiliki hak yang sama untuk memanfaatkan lahan tersebut untuk keperluan perladangan atau perkebunan.
2.Lahan warisan
Kepemilikan lahan dapat pula diperoleh dari hasil warisan orang tuanya atau warisan masing - masing rumah adat.
Sistem pewarisan masyarakat suku Lio adalah hak warisan diberikan kepada anak
laki-laki juga kepada anak perempuan. Namun anak perempuan
tersebut berhak memanfaatkan lahan untuk kepentingan berkebun atau kepentingan
lainnya atas persetujuan saudara laki-lakinya. Menurut ketentuan adat, anak perempuan walaupun tidak berhak atas warisan lahan, saudara laki-lakinya
wajib memberikan makan kepada saudara perempuannya. Seorang anak perempuan tidak
menerima warisan dari orang tuanya karena dia akan mendapatkan lahan dari suaminya
apabila dia telah menikah.
Ini tidak berlaku pada dengan jenis perkawinan tertentu yang menerangkan "kawin masuk". Lahan hasil warisan sifat kepemilikannya adalah mutlak dan
dapat dimanfaatkan oleh pemiliknya sesuai dengan kemampuannya. Hak atas lahan hasil
warisan ini dapat dipindah tangankan sesuai dengan aturan adat.
Secara umum, tanah ulayat di suku Lio tidak diperbolehkan untuk jual beli.
Hak dalam Hukum adat.
Hak ini terjadi pada Perkawinan adat, Pelanggaran atas larangan adat, Putusan adat atas perkara dalam kehidupan.