oleh : Ludger S
"Wati" tempat menyimpan berbagai keperluan dapur. Menyimpan bawang, menyimpan sirih pinang, menyimpan beras dan lain sebagainya. Tidak diketahui secara pasti apa nama bahasa Indonesia-nya. Orang Lio menyebutnya dengan nama "wati'.
Mama Maria Remo (Remo) dan Mama Klara Mbu (Bupu) adalah 2 nenek yang selalu meluangkan waktu untuk menganyam berbagai jenis perabot rumah tangga. Wati, Mbola, Kiko, Mbola Doko, Ripe, Te'e (tikar), Nggala de-menyel-el. Mereka mau mengajarkan ke anak - anak dan cucu mereka untuk mengikuti jejak menganyam berbagai tempat untuk menyimpan keperluan dapur.
Menganyam Wati
Kreasi menganyam wati diwariskan leluhur dari generasi ke generasi. Menjadi ciri khas bagi ibu - ibu di Wologai, mengisi waktu senggang dengan menganyam wati. Sepulang dari kebun, hari minggu atau waktu senggang lainnya. Satu hal yang harus diingat, malam hari tidak diperbolehkan untuk melakukan kegiatan anyam - menganyam. Wati merupakan salah satu jenis anyaman lokal yang wajib ada selain untuk keperluan sehari - hari juga untuk memenuhi kewajiban adat istiradat. Karena sudah ditentukan dengan sebutan "pare wati" atau beras yang ditakar dengan wati yang telah ditentukan. Sa wati atau satu wati pare isi (beras) yang menjadi kewajiban adat disetiap klan diperkirakan 1,5 kg. Saat seremonial "rase pare" semua anggota klan dalam satu rumah adat diwajibkan membawa beras dengan wati.
Proses pembuatan wati memakan waktu paling lama 1 minggu. Wati terbuat dari lontar, yang telah dikeringkan, dirumbai dengan ukuran 0.3 cm hingga 1 cm. Tergantung besarnya ukuran wati yang mau dianyam. Orang Wologai mendapatkan lontar dari kerabat keluarga yang tinggal seputaran Wewaria, Maurole, Kotabaru, Maumere, Maukaro dan wilayah utara pulau Flores lainnya. Jenis - jenis wati tergantung selera.