Wa'u tosa ; mosalaki menyerahkan alu |
-
Budaya Lio Ende slide 1 title
Susu nggua maE duU nama bapu maE dute - www.gerunioncreator.web.id.
-
Budaya Lio Ende slide 2 title
PaA loka rewu rera leka duA bapu ata mata - www.gerunioncreator.web.id.
-
Budaya Lio Ende slide 3 title
Roe sai ote we piki menga eo monge - www.gerunioncreator.web.id.
-
Budaya Lio Ende slide 4 title
Nggoe menga no wiwi lamba menga no lema - www.gerunioncreator.web.id.
-
Budaya Lio Ende slide 5 title
Ni saripi tau wini tuke sawole ngara du nggonde - www.gerunioncreator.web.id.
Wa’u Tosa
Bara
Budaya Wologai Dan Globalisasi
Tata Efi |
Konstruksi Bangunan Rumah Adat Lio Wologai
Dalam arti umum, rumah adalah salah satu bangunan yang dijadikan tempat tinggal selama jangka waktu tertentu. Rumah bisa menjadi tempat tinggal manusia maupun hewan, namun untuk istilah tempat tinggal yang khusus bagi hewan adalah sangkar, sarang, atau kandang. Dalam arti khusus, rumah mengacu pada konsep-konsep sosial-kemasyarakatan yang terjalin di dalam bangunan tempat tinggal, seperti keluarga, hidup, makan, tidur, beraktivitas, dan lain-lain. Dalam kegiatan sehari-hari, orang biasanya berada di luar rumah untuk bekerja, bersekolah atau melakukan aktivitas lain. Aktifitas yang paling sering dilakukan di dalam rumah adalah beristirahat dan tidur. Selebihnya, rumah berfungsi sebagai tempat beraktivitas antara anggota keluarga atau teman, baik di dalam maupun di luar rumah pekarangan.
Rumah dapat berfungsi sebagai tempat untuk menikmati kehidupan yang nyaman, tempat untuk beristirahat, tempat berkumpulnya keluarga, dan tempat untuk menunjukkan tingkat sosial dalam masyarakat.
Konstruksi rumah berbentuk ruangan yang dibatasi oleh dinding dan atap. Rumah memiliki jalan masuk berupa pintu dengan tambahan berjendela. Lantai rumah biasanya berupa tanah, ubin, babut, keramik, atau bahan material lainnya. Rumah bergaya modern biasanya memiliki unsur-unsur ini. Ruangan di dalam rumah terbagi menjadi beberapa ruang yang berfungsi secara spesifik, seperti kolam renang, ruang kerja, ruang belajar, kebun, ruang olahraga, ruang cuci, laboratorium, pantry, perpustakaan, ruang bermain, taman bermain, kolam ikan, ruang musik, ruang doa, kamar tidur, kamar mandi, toilet (WC), ruang makan, dapur, ruang keluarga, ruang tamu, garasi, gudang, teras dan pekarangan.
Konstruksi rumah yang bagus harus memperhatikan efisiensi pemakaian energi. Konstruksi rumah hemat energi di Indonesia yang beriklim tropis tidak serumit konstruksi rumah di negara-negara yang beriklim subtropis, karena tidak ada perubahan musim yang ekstrem. Kebutuhan energi untuk pencahayaan, insulasi, ventilasi, pengaturan udara, dan lain-lain tidak sebesar rumah di negara-negara dengan empat musim. Efisiensi energi bisa dimaksimalkan dengan memakai pencahayaan alami di siang hari, tata letak lampu penerangan yang tepat, pemakaian lampu hemat energi, pemasanan ventilasi dan insulasi pada dinding, pemilihan atap yang tidak menyerap panas, dan pemakaian peralatan listrik yang hemat energi.
Dalam desain rumah hemat energi, termasuk didalamnya segala rancang bangunan yang ramah lingkungan, dengan meminimalkan penggunaan energi tidak terbarui dan mengoptimalkan pemanfaatan energi alami. Keterbatasan sumber daya alam membuat konstruksi rumah hemat energi menjadi semakin relevan mulai dari sekarang.Rumah Adat di Wologai
Urutan kontruksi rumah dari bawah ke atas sebagai berikut :
Lewu (kolong)
Leke (tiang) : Sejak direncanakan akan membangun sebuah bangunan rumah, seperti biasa ratakan permukaan tanah dengan sebutan “ kali seka sa’o” (persiapan fondasi). Setelah “seka sa’o” dilanjutkan dengan pengambilan batu sebagai tiang “le’ke sa’o” dengan jumlah yang selalu genap dan minimalnya 12 tiang/l’ke.
Tenga : tenga atau balok besar yang menyangga rumah dan langsung dipasang diatas tiang batu. Bentuk tenga berupa balok glondongan.Isi : Letaknya setelah tenga sebagai penyangga dinding papan, tiang, alas papan lantai. Berbentuk balok dengan ukuran sesuai kebutuhan, 8 cm x 12 cm atau sesuai beban bangunan.
Gebe lewu : papan berukuran lebar, tebal dan selebar ukuran rumah yang dipasang pada tenda (beranda) rumah. Karena letak ruang tamu lebih rendah dengan ruang bagian dalam rumah gebe lewu berfungsi sebagai pengikatnya.Dalo : balok sebagai alas papan lantai.
Pene : Pene atau pintu. Rumah adat Lio tidak mempunyai pintu di beranda atau ruang tamu. Pintu dipasang untuk memasuki ruangan dalam rumah. Pene selalu ada dua lembar kiri dan kanan. Letaknya bagian tengah di atas gebe lewu. Yang bersamaan dengan pene ada “kume pene, benga susu, kata bendi”.
Tenda / maga : Ruang tamu. Tenda selalu dibangun bagian depan rumah. Setiap tamu yang datang, setelah menaiki tangga memasuki pintu tak berdaun langsung di tenda.
Lore : Lore atau Lorong. Ketika memasuki rumah kita akan melewati pintu dan Lore. Kiri kanan lore terletak tunggu masak.Waja : Tungku
Lata : Papan panjang sebagai tempat dudukDhembi lulu : serambi bagian belakang
Wisu : Wisu atau sudut. Merupakan tiang penyanggka rumah
Benga kebi : papan dinding
Loki : tempatnya dibelakang tungku. Bisa duduk.
Pne lo’o/pene mbasi : pintu kecil/pintu samping. Menyerupai jendela.
Isi, Mangu, Benga toko, Gola, Jara, Isi ghubu, Soku, Eba, Tenda teo, Pate, Ki / nao, Watu Wula leja
Pentahapan kerja
Siapkan lokasi untuk pembangunan rumah atau “seka sa’o”.
Persiapan ramuam/bahan secara umum berupa pengadaan Leke, Tenga, Isi, Benga, Wisu, Kogo laba, Mangu, Isi ghubu, Ki / nao, Soku, Eba, dan lainnya.
Urutan pekerjaan bangunan
Wisu …., “naka wisu”, Dube nitu, Teka jala kuri, Ndeku leke, peja wisu, dari benga, pene lo’o, pene ria, lera, soro dalo, teo gebe lewu, reso wisu, gola, dari mangu, pije isi ghubu, kema kae, weka ndawa, beranda, nama souk, nama eba, ola teo, ate, peso wula leja, joka nitu, nai sa’o = ka nio mu’u tewu, semu remo / ka are kidhe dan seterusnya.
Nanti dijelaskan
Desain Rumah Tanpa Denah, bersama Bapak Paulus Lengga kita akan mengetahui urutan membangun Rumah Adat Wologai yang dimulai dari :
“Wisu …., “naka wisu”, Dube nitu, Teka jala kuri, Ndeku l’ke, p’ja wisu, dari benga, p’ne lo’o p’ne ria, l’ra, soro dalo, teo g’be lewu, r’so wisu, gola, dari mangu, pije isi ghubu, kema kae, w’ka ndawa, beranda, nama soku, nama eba, ola teo, ate, peso wula leja, joka nitu, nai sa’o = ka nio mu’u tewu, semu remo / ka are kidhe”.
Kelimutu
Surganya orang “Lio” itulah suatu warisan legenda dari generasi ke generasi berikutnya. Ini dibuktikan dengan seringnya “ata Lio” (suku Lio di Flores Kab. Ende) bahwa danau Kelimutu dengan 3 kawah/danau/kolam yang dalam sebutan lokal “tiwu ata bupu” (danau untuk beristirahatnya arwah orang tua) “tiwu nuwa muri we’ki je’mu’ (danau untuk peristirahatan arwah kaum muda mudi) “tiwu ata polo” (danau peristirahatan arwah orang jahat).
Cerita tentang keunikan Danau Kelimutu bukan cerita baru. Ratusan tulisan telah dihadirkan dalam berbagai bahasa dan versi untuk melukiskan keunikan itu. Namun adakah yang pernah menyinggung tentang sisi lain dari Kelimutu? Tidak bisa dimungkiri bahwa Kelimutu ternyata bukan sekadar keunikan danaunya saja.
Kelimutu ternyata memiliki keanekaragaman flora dan fauna. Sayangnya, selama ini para pengunjung Kelimutu masih terfokus pada keunikan Danau Kelimutu saja. Padahal kalau meluangkan waktu untuk berpaling sejenak, melihat keragaman flora dan fauna di sekitarnya, para pengunjung dipastikan akan terkagum-kagum bahwa Kelimutu bukan saja unik, tapi juga indah.
Jejak langkah Kelimutu sebagai taman nasional dimulai dengan Keputusan Menteri Kehutanan No 89/KPts-II 1983, tanggal 2 Desember 1983 tentang penunjukan area hutan di NTT seluas kurang lebih 1.667.962 hektar sebagai kawasan hutan tetap, dalamnya terdapat kelompok hutan Sokoria. Pada tanggal 4 Oktober 1985, Keputusan Menteri Kehutanan No.185/Kpts-II/1985 menunjuk Danau Kelimutu dan kawasan hutan di sekitarnya seluas lima ribu hektar menjadi hutan suaka alam dan cagar alam seluas 16 hektar sebagai kawasan hutan wisata yang dalamnya menjadi taman wisata selua 4.984. Seperti yang diungkapkan dalam laporan akhir studi komunitas flora dan fauna yang dilakukan oleh Balai Taman Nasional Kelimutu Ditjen PHKA-Departemen Kehutanan kerja sama dengan pusat penelitian Biologi LIPI-Bogor dikatakan bahwa selanjutnya pada tanggal 26 Februari 1992 melalui Keputusan Menteri Kehutanan No.279/Kpts-II/1992 terjadi perubahan fungsi dan penunjukan cagar alam Danau Kelimutu yang luasnya 5 ribu hektar menjadi Taman Nasional dengan nama Taman Nasional Kelimutu.Parameter Fisik Danau Kelimutu
Danau Biru
Kedalaman Maks/Min 64
Diameter Danau Maks/Min 400/330
Diameter Kawah Maks/Min 580/375
Tinggi muka air (m dpl) 1382
Luas area (m persegi) 81.700
Volume (juta m kubik) 5,3
Daerah Tangkapan (105m2) 1,7
Danau Hijau
Kedalaman Maks/Min 127
Diameter Danau Maks/Min 430/306
Diameter Kawah Maks/Min 520/375
Tinggi muka air (m dpl) 1394
Luas area (m persegi) 91.700
Volume (juta m kubik) 6,4
Daerah Tangkapan (105m2) 2,3
Danau Merah
Kedalaman Maks/Min 67
Diameter Danau Maks/Min 357/260
Diameter Kawah Maks/Min 400/360
Tinggi muka air (m dpl) 1354
Luas area (m persegi) 60.400
Volume (juta m kubik) 4,2
Daerah Tangkapan (105m2) 4,1
Kemudian melalui Keputusan Menteri Kehutanan No 679/Kpts-II/1997 pada tanggal 26 Februari 1997 kawasan Taman Nasional Kelimutu diperluas menjadi 5356,50 hektare. Secara administratif pemerintahan kawasan Taman Nasional Kelimutu meliputi lima kecamatan yaitu Kecamatan Detusoko, Kecamatan Wolowaru, Kecamatan Ndona Timur, Kecamatan Ndona dan Kecamatan Kelimutu. Terdapat 24 desa yang berbatasan langsung dengan TN Kelimutu yaitu sebelah utara dengan Desa Wolofeo, Detusoko, Detusoko Barat, Wologae, Wologai Tengah, Sapijena, Nuamuri Barat. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Roga, Sokoria, Kurulimbu dan Desa Demulaka. Sebelah Timur dengan Desa Pemo, Koanara, Woloara, Tenda, Wiwipemo dan Kelurahan Wolojita. Sebelah barat dengan Desa Puutuga, Kelikiku, Wolomasi, Saga, Ndito dan Niowula.
Sebagai kawasan konservasi pengelolaan TN Kelimutu berbasiskan pada zonasi yang telah ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan No 16/Kpts/Dj-V/2001, tanggal 6 Februari 2001 yang terdiri atas empat zona yaitu zona inti luasnya 350,50 hektare di sekitar kawasan tiga danau yaitu tiwu ata mbupu, tiwu ata polo dan tiwu nuamuri koofai. Sedangkan zona pemanfaatan intensif luasnya 96,50 hektar terletak pada lereng yang berbatasan langsung dengan zona inti. Zona rimba luasnya 4.351.000 hektare tersebar di seluruh kawasan TN Kelimutu, berbatasan langsung dengan zona inti, serta zona rehabilitasi luasnya 558.50 hektare berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk terutama di Kecamatan Detusoko dan Kecamatan Ndona.
Kawasan Taman Nasional Kelimutu memiliki beberapa sungai yang mengalir sepanjang tahun seperti sungai Aemara dan Sungai Aebai dan juga sungai yang mengalir hanya pada musim hujan seperti sungai Lowo Ndoe, Lowo Ria, Lowo Napu, Lowo Maru, Lowo Mutu dan beberapa anak sungai yang ada dalam kawasan. Sumber-sumber air tersebut  sangat berguna bagi masyarakat, baik untuk minum dan air minum ternak serta untuk pengairan persawahan. Kawasan TN Kelimutu beriklim tropis dengan rata-rata curah hujan berkisar antara 1.615 sampai 3.363 mm per tahun. Musim hujan dimulai pada bulan Desember hingga Maret. Bulan Oktober dan November merupakan musim kering. Suhu udara berkisar antara 25,5-31 derajat Celsius.
Pada musim hujan flora dalam kawasan tampak hijau, tetapi pada musim kering terutama pada bulan Oktober dan November banyak tumbuhan yang meluruhkan daunnya. Kondisi tanah dan iklim berpangaruh langsung terhadap keanekaragaman flora dan fauna yang ada di atasnya. Dari hasil studi komunitas flora dan fauna di Taman Nasional Kelimutu yang dilakukan oleh Balai Taman Nasional Kelimutu Ditjen PHKA-Depertemen Kehutanan bekerja sama dengan Pusat Penelitian Biologi-LIPI-Bogor pad tahun 2007 lalu menyimpulkan bahwa keanekaragaman flora tertinggi terdapat pada zona rimba. Selain itu, diketahui terdapat 78 jenis pohon dalam kawasan TN Kelimutu yang tersebar pada empat zona yaitu zona rimba terdapat 55 jenis, zona pemanfaatan intensif terdapat 30 jenis, zona rehabiltasi ada 19 jenis dan zona inti terdapat tujuh jenis pohon. Jenis flora yang persebarannya luas pada empat zona adalah mboa atau dalam bahasa umum, sendeduk. Selain itu, pada Flora zona tracking terdiri dari 290 nomor pohon terdiri atas 27 jenis dari 17 suku. Jenis yang paling banyak dalam flora tracking adalah pohon Bu sebanyak 42, 75 persen dan Teru sebanyak 17,69 persen.
Dari hasil studi itu juga ditemukan dua jenis tumbuhan sebagai flora endemik Kelimutu yaitu Uta Onga (Begonia Kelimutuensis) dan Turuwara serta satu ekosistem spesifik Kelimutu yaitu ekosistem vacinium dan rhododendron. Dua jenis flora yang diwaspadai status kelangkaannya yaitu jita dan upe. Selain itu, terdapat 49 jenis burung yang tersebar dalam kawasan TN Kelimutu, yaitu 10 jenis terdapat pada zona inti, lima jenis pada zona rimba dan 33 jenis pada zona pemanfaatan intensif. Dari 49 jenis burung, terdapat lima jenis endemik Flores. Terdapat 14 jenis mamalia, yaitu empat jenis kelelawar, tga jenis tikus, satu jenis curucut, satu jenis kera, dua jenis babi hutan, dua jenis landak dan satu jenis tikus besar.
Di kawasan TN Kelimutu ditemukan tiga jenis mamalia yang merupakan endemik Flores adalah tikus lawo, deke dan babi hutan Flores atau dalam bahasa setempat disebut wawi ndua. Ditemukan juga empat jenis ular, satu jenis kadal dan molusca. Hasil studi tersebut setidaknya memberikan gambaran bahwa di Kelimutu tidak hanya Danau Kelimutu yang bisa dinikmati oleh para pengunjung karena Kelimutu memang menyimpan berbagai aneka flora dan fauna yang sangatlah disayangkan kalau dilewatkan begitu saja.
Hasil studi komunitas Flora dan Fauna Taman Nasional Kelimutu yang dilakukan oleh Balai Taman Nasional Kelimutu bekerja sama dengan Pusat Penelitian Biologi-LIPI-Bogor pada tahun 2007 lalu menemukan bahwa di Taman Nasional Kelimutu terdapat satu spesies yang menjadi kekhasan Taman Nasional Kelimutu yakni Uta Onga atau dalam bahasa Latin disebut Begonia Kelimutuensis. Sangatlah beralasan kalau Uta Onga dinamakan Begonia Kelimutuensis. Nama itu diberikan karena spesies itu hanya ditemukan di Taman Nasional Kelimutu. (Ludger, Peibenga City)