berbagi kemesraan tentang keanekaragaman budaya Nusantara

Budaya Wologai Dan Globalisasi

Oleh : Ludger S


Budaya Wologai Dan Globalisasi


Kesadaran akan pentingnya memperhatikan kebudayaan nampaknya semakin meningkat. Hal ini jelas tidak bertentangan dengan titik berat bidang kesadaran akan adanya rongrongan dari luar (globalisasi). Sebaliknya, justru kesadaran akan pentingnya pendekatan budaya, mengingatkan kita bahwa bagaimanapun jalan yang ditempuh, tetaplah manusia sebagai tujuan dan subyek globalisasi. Hendaknya manusia tidak dikorbankan untuk mencapai tujuan lain selain dirinya.
Dalam arus globalisasi, tidak luput juga membicarakan negara-negara maju, bekembang, dunia pertama, kedua dan ketiga. Sebab, keberadaan negara-negara tersebut turut menentukan kemana arah arus globalisasi nantinya. Sebagaimana yang dikatakan seorang penulis asal Kenya bernama Ngugi Wa Thiong’o, menyebutkan bahwa perilaku dunia Barat, khususnya Amerika, sedemikian rupa sehingga mereka seolah-olah sedang melemparkan bom budaya terhadap rakyat dunia. Mereka berusaha untuk menghancurkan tradisi dan bahasa pribumi sehingga bangsa-bangsa tersebut kebingungan dalam upaya mencari indentitas budaya nasionalnya. Penulis Kenya ini meyakini bahwa budaya asing yang berkuasa di berbagai bangsa, dulu dipaksakan lewat imperialisme dan kini dilakukan dalam bentuk yang lebih meluas dengan nama globalisasi.
Tata Efi
Globalisasi secara defenitif memiliki banyak penafsiran dari berbagai sudut pandang. Sebagian orang menafsirkan globalisasi sebagai proses pengecilan dunia atau menjadikan dunia sebagaimana layaknya sebuah perkampungan kecil. Sebagian lainnya menyebutkan bahwa globalisasi adalah upaya penyatuan masyarakat dunia dari sisi gaya hidup, orientasi, dan budaya.
Banyak tanggapan dari budayawan Indonesia. Dalam hal ini sudah waktunya para budayawan Indonesia harus menggali  dan menemukan keistimewaan-keistimewaan budaya yang terkandung dalam nilai-nilai ideologi pancasila, lalu memperkenalkannya kepada seluruh masyarakat Indonesia khususnya dan masyarakat bangsa-bangsa lain umumnya.

Ciri-ciri berkembangnya globalisasi

Perubahan dalam konstantin ruang dan waktu, maksudnya berkembangnya barang barang seperti HP, televisi satelit, dan internet menunjukan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepat.  Pasar dan produksi ekonomi di negara negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional. Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa, maksudnya saat ini kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan. Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional, dll.

I.           Plus Minus Globalisasi terhadap seni dan budaya
Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain- lain akan mempengaruhi nilai-nilai nasionalisme terhadap bangsa.

Dampak Positif
Perubahan Tata Nilai dan Sikap ; adanya modernisasi dan globalisasi dalam budaya menyebabkan pergeseran nilai dan sikap masyarakat yang semula irasional menjadi rasional. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi ; Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi lebih mudah dalam beraktivitas dan mendorong untuk berpikir lebih maju. Tingkat Kehidupan yang lebih Baik ; Dibukanya industri yang memproduksi alat-alat komunikasi dan transportasi yang canggih merupakan salah satu usaha mengurangi penggangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Dampak Negatif
Pola Hidup Konsumtif ; Perkembangan industri yang pesat membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat melimpah. Dengan begitu masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan banyak pilihan yang ada. Sikap Individualistik ; Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju membuat mereka merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya. Kadang mereka lupa bahwa mereka adalah makhluk sosial. Gaya Hidup Kebarat-baratan ; Tidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di Indonesia. Budaya negatif yang mulai menggeserbudaya asli adalah anak tidak lagi hormat kepada orang tua, kehidupan bebas remaja, remaja lebih menyukai dance dan lagu barat dibandingkan tarian dari Indonesia dan lagu-lagu Indonesia, dan lainnya. Hal ini terjadi karena kita sebagai penerus bangsa tidak bangga terhadap sesutu milik bangsa. Kesenjangan Sosial ; Apabila dalam suatu komunitas masyarakathanya ada beberapa individu yang dapat mengikuti arus modernisasi danglobalisasi maka akan memperdalam jurang pemisah antara individu dengan individu lain yang stagnan. Hal ini menimbulkan kesenjangansosial yang menyebabkan adanya jarak antara si kaya dan si miskin sehingga sangat mungkin bias merusak kebhinekaan dan ketunggalikaan Bangsa Indonesia.

II.         Terancamnya kebudayaan Wologai di era globalisasi
Dampak dari pengaruh globalisasi dan teknologi pun sudah mulai kita rasakan. Kita ambil contoh saja dari sebuah  permaianan anak-anak, sebelum era globalisasi ini muncul masih banyak sekali permainan rakyat yang identik dengan kebudayaan seperti permainan congklak, gasing, bekel, kelereng, petak umpet, dan lain-lain.
Namun yang terjadi saat ini bahwa globalisasi dan teknologi telah mengubah semuanya. Mungkin sekarang yang ada, banyak anak kecil yang sudah tidak mengenal permainan congklak, dan sudah jarang pula kita melihat anak-anak yang duduk bersama untuk bermain bekel. Melainkan yang terjadi saat ini banyak anak-anak yang lebih memilih bermain didepan komputer, laptop, atau bahkan anak-anak sekarang sudah mulai sibuk dengan handphone yang ada digenggamannya. Yang semua itu sudah tidak asing lagi untuk kita jumpai.

Melihat globalisasi dari unsur – unsur kebudayaan
Sistem peralatan & perlengkapan hidup
Peralatan untuk menjalankan rutinitas harian masih dipertahankan. Masyarakat masih menggunakan peralatan tradisional untuk menjalankan kesehariannya.
Perlengkapan hidup sudah mengalami perubahan. Rumah kolong yang mernjadi rumah warisan leluhur sudah tidak dihuni. Perlengkapan rumah tangga mengalami perubahan besar. Jarang ditemukan, periuk tanah, jenis – jenis tas lokal, perabot rumah tangga lainnya.
Sistem mata pencaharian
Umumnya orang Wologai bermata pencarian sebagai petani sawah dan ladang. Ini masih dijalankan oleh orang – orang tua. Perubahan yang terjadi, banyak kaum mudah yang bermata pencarian tidak tetap. Kadang ojek, kadang buruh material bangunan, dan banyak yang menjadi asli pengangguran. Kopi, kemiri, halia, beras bengawan, jewawut, jagung, dan lainnya yang menjadi sumber penghasilan utama di Wologai menjadi menurun hasil produksinya.
Sistem kemasyarakatan
Semangat gotong – royong menjadi tatanan sosial kemasyarakatan warisan leluhurpun menjadi perlahan menurun. Kerjasama dalam bentuk kelompok (dhawe jughu) jarang ditemukan. Kerjsasama dalam membangun rumah sudah jarang ditemukan. Orang lebih memilih kerja dibayar dan membayar.
Bahasa
Wologai menggunakan bahasa Lio umumnya. Bahasa Lio masih digunakan dalam keseharian mereka. Tetapi mereka mengguna bahasa pasar. Sedangkan bahasa yang diwariskan leluhur sudah tidak dipahami oleh generasi muda. Kesantunan dalam menyampaikan pesan kepada sesama terlihat spontan dan ceplas ceplos.
Kesenian
Alat Musik
Wologai menyimpan banyak kesenian lokal yang sudah tidak dijalankan lagi. Alat music tradisional seperti okulele, gambus, sato, fuli li, feko, lamba jawa, mou monga sudah tidak ditemukan lagi.
Tarian
Tarian – tarian “goro tenga” (menarik balok kayu untuk bangunan rumah) dijadikan tarian pentasan. Dipentaskan saat penyambutan tamu dan acara-acara lainnya. Dulu tarian goro tenga langsung ditarikan saat goro tenga.
Tarian wanda pau (tarian selendang) dimainkan saat pesta pernikahan dan lainnya sudah tidak menggunakan feko bu tetapi menggunakan music modern.
Sistem pengetahuan
Pengetahuan dalam kontek budaya sudah tidak dilaksnakan lagi. Dari cerita yang didapat, bagaimana meneruskan sejarah turun temurun sudah tidak diteruskan. Sejarah tentang pertalian saudara dari hubungan kawin mawin, sejarah tentang tanah warisan, sejarah tentang hak – hak ulayat, sejarah tentang asal muasal menjadi sesuatu yang dilupakan. Cara meneruskan sejarah kepada generasi berikutnya baik dengan lisan maupun tulisan.
Sistem religi
Orang Wologai percaya bahwa mereka menyembah Tuhan dengan cara tradisional. Dengan cara melaksanakan adat istiadat yang diwariskan leluhur. Dibuktikan dengan banyaknya seremonial syukuran (nggua). Selalu mengucapkan, “du’a gheta lulu wula Ngga’e ghale wena tanah” (tetua dibelakang bulan, Tuhan didasar tanah).
Di era globalisasi, pemuda dan pemudi Wologai lupa dengan konsep religi / kepercayaan warisan leluhur.

Dari ulasan diatas, suatu gejala melupakan kebudayaan warisan leluhur menjadi perhatian bersama. Bagaimana dan siapa yang mengemban tugas melestarikan serta mewariskan ke generasi berikutnya menjadi pertanyaan besar.

Kalau saya sih, menjadikan Ilmu Budaya Lokal kedalam sistim kurikulum pendidikan di sembilan tahun pertama sekolah. Heheehehe...ngayal kale ya
Share: Youtube

Informasi Covid-19

Total Tayangan Halaman

Popular

Facebook

Gerunion Creator

Wikipedia

Hasil penelusuran

Adsense

Recent Posts

Pepatah Lio

  • Ni Sariphi Tau Wini, Tuke Sawole ngara du nggonde.
  • Lowo Jawu Ae Ngenda.
  • Ndange Beke dan Ngenda Beke.