Kesadaran akan pentingnya
memperhatikan kebudayaan nampaknya semakin meningkat. Hal ini jelas tidak
bertentangan dengan titik berat bidang kesadaran akan adanya rongrongan dari
luar (globalisasi). Sebaliknya, justru kesadaran akan pentingnya pendekatan
budaya, mengingatkan kita bahwa bagaimanapun jalan yang ditempuh, tetaplah
manusia sebagai tujuan dan subyek globalisasi. Hendaknya manusia tidak
dikorbankan untuk mencapai tujuan lain selain dirinya.
Dalam arus globalisasi, tidak
luput juga membicarakan negara-negara maju, bekembang, dunia pertama, kedua dan
ketiga. Sebab, keberadaan negara-negara tersebut turut menentukan kemana arah
arus globalisasi nantinya. Sebagaimana yang dikatakan seorang penulis asal
Kenya bernama Ngugi Wa Thiong’o,
menyebutkan bahwa perilaku dunia Barat, khususnya Amerika, sedemikian rupa
sehingga mereka seolah-olah sedang melemparkan bom budaya terhadap rakyat
dunia. Mereka berusaha untuk menghancurkan tradisi dan bahasa pribumi sehingga
bangsa-bangsa tersebut kebingungan dalam upaya mencari indentitas budaya
nasionalnya. Penulis Kenya ini meyakini bahwa budaya asing yang berkuasa di
berbagai bangsa, dulu dipaksakan lewat imperialisme dan kini dilakukan dalam
bentuk yang lebih meluas dengan nama globalisasi.
Tata Efi |
Globalisasi secara defenitif
memiliki banyak penafsiran dari berbagai sudut pandang. Sebagian orang
menafsirkan globalisasi sebagai proses pengecilan dunia atau menjadikan dunia
sebagaimana layaknya sebuah perkampungan kecil. Sebagian lainnya menyebutkan
bahwa globalisasi adalah upaya penyatuan masyarakat dunia dari sisi gaya hidup,
orientasi, dan budaya.
Banyak tanggapan dari budayawan
Indonesia. Dalam hal ini sudah waktunya para budayawan Indonesia harus
menggali dan menemukan keistimewaan-keistimewaan
budaya yang terkandung dalam nilai-nilai ideologi pancasila, lalu
memperkenalkannya kepada seluruh masyarakat Indonesia khususnya dan masyarakat
bangsa-bangsa lain umumnya.
Ciri-ciri
berkembangnya globalisasi
Perubahan dalam konstantin ruang dan waktu,
maksudnya berkembangnya barang barang seperti HP, televisi satelit, dan
internet menunjukan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepat. Pasar dan produksi ekonomi di negara negara
yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan
perdagangan internasional. Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan
media massa, maksudnya saat ini kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan
dan pengalaman baru mengenai hal hal yang melintasi beraneka ragam budaya,
misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan. Meningkatnya masalah
bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi
regional, dll.
I.
Plus
Minus Globalisasi terhadap seni dan budaya
Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi
kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi
yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai
bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya
dan lain- lain akan mempengaruhi nilai-nilai nasionalisme terhadap bangsa.
Dampak Positif
Perubahan Tata Nilai dan Sikap ; adanya modernisasi dan
globalisasi dalam budaya menyebabkan pergeseran nilai dan sikap masyarakat yang
semula irasional menjadi rasional. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
; Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi masyarakat menjadi lebih
mudah dalam beraktivitas dan mendorong untuk berpikir lebih maju. Tingkat
Kehidupan yang lebih Baik ; Dibukanya industri yang memproduksi alat-alat
komunikasi dan transportasi yang canggih merupakan salah satu usaha mengurangi
penggangguran dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Dampak Negatif
Pola Hidup Konsumtif ; Perkembangan industri yang pesat
membuat penyediaan barang kebutuhan masyarakat melimpah. Dengan begitu
masyarakat mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan banyak pilihan yang
ada. Sikap Individualistik ; Masyarakat merasa dimudahkan dengan teknologi maju
membuat mereka merasa tidak lagi membutuhkan orang lain dalam beraktivitasnya.
Kadang mereka lupa bahwa mereka adalah makhluk sosial. Gaya Hidup Kebarat-baratan
; Tidak semua budaya Barat baik dan cocok diterapkan di Indonesia. Budaya
negatif yang mulai menggeserbudaya asli adalah anak tidak lagi hormat kepada
orang tua, kehidupan bebas remaja, remaja lebih menyukai dance dan lagu barat
dibandingkan tarian dari Indonesia dan lagu-lagu Indonesia, dan lainnya. Hal
ini terjadi karena kita sebagai penerus bangsa tidak bangga terhadap sesutu
milik bangsa. Kesenjangan Sosial ; Apabila dalam suatu komunitas
masyarakathanya ada beberapa individu yang dapat mengikuti arus modernisasi
danglobalisasi maka akan memperdalam jurang pemisah antara individu dengan individu
lain yang stagnan. Hal ini menimbulkan kesenjangansosial yang menyebabkan
adanya jarak antara si kaya dan si miskin sehingga sangat mungkin bias merusak
kebhinekaan dan ketunggalikaan Bangsa Indonesia.
II.
Terancamnya
kebudayaan Wologai di era globalisasi
Dampak dari pengaruh globalisasi dan teknologi pun sudah
mulai kita rasakan. Kita ambil contoh saja dari sebuah permaianan anak-anak, sebelum era globalisasi
ini muncul masih banyak sekali permainan rakyat yang identik dengan kebudayaan seperti
permainan congklak, gasing, bekel, kelereng, petak umpet, dan lain-lain.
Namun yang terjadi saat ini bahwa globalisasi dan teknologi
telah mengubah semuanya. Mungkin sekarang yang ada, banyak anak kecil yang
sudah tidak mengenal permainan congklak, dan sudah jarang pula kita melihat
anak-anak yang duduk bersama untuk bermain bekel. Melainkan yang terjadi saat
ini banyak anak-anak yang lebih memilih bermain didepan komputer, laptop, atau
bahkan anak-anak sekarang sudah mulai sibuk dengan handphone yang ada
digenggamannya. Yang semua itu sudah tidak asing lagi untuk kita jumpai.
Melihat globalisasi dari
unsur – unsur kebudayaan
Sistem peralatan &
perlengkapan hidup
Peralatan untuk menjalankan rutinitas
harian masih dipertahankan. Masyarakat masih menggunakan peralatan tradisional
untuk menjalankan kesehariannya.
Perlengkapan
hidup sudah mengalami perubahan. Rumah kolong yang mernjadi rumah warisan
leluhur sudah tidak dihuni. Perlengkapan rumah tangga mengalami perubahan
besar. Jarang ditemukan, periuk tanah, jenis – jenis tas lokal, perabot rumah
tangga lainnya.
Sistem mata pencaharian
Umumnya
orang Wologai bermata pencarian sebagai petani sawah dan ladang. Ini masih
dijalankan oleh orang – orang tua. Perubahan yang terjadi, banyak kaum mudah
yang bermata pencarian tidak tetap. Kadang ojek, kadang buruh material
bangunan, dan banyak yang menjadi asli pengangguran. Kopi, kemiri, halia, beras
bengawan, jewawut, jagung, dan lainnya yang menjadi sumber penghasilan utama di
Wologai menjadi menurun hasil produksinya.
Sistem kemasyarakatan
Semangat
gotong – royong menjadi tatanan sosial kemasyarakatan warisan leluhurpun
menjadi perlahan menurun. Kerjasama dalam bentuk kelompok (dhawe jughu) jarang ditemukan. Kerjsasama dalam membangun rumah
sudah jarang ditemukan. Orang lebih memilih kerja dibayar dan membayar.
Bahasa
Wologai
menggunakan bahasa Lio umumnya. Bahasa Lio masih digunakan dalam keseharian
mereka. Tetapi mereka mengguna bahasa pasar. Sedangkan bahasa yang diwariskan
leluhur sudah tidak dipahami oleh generasi muda. Kesantunan dalam menyampaikan
pesan kepada sesama terlihat spontan dan ceplas ceplos.
Kesenian
Alat Musik
Wologai
menyimpan banyak kesenian lokal yang sudah tidak dijalankan lagi. Alat music
tradisional seperti okulele, gambus, sato, fuli li, feko, lamba jawa, mou monga
sudah tidak ditemukan lagi.
Tarian
Tarian
– tarian “goro tenga” (menarik balok
kayu untuk bangunan rumah) dijadikan tarian pentasan. Dipentaskan saat penyambutan
tamu dan acara-acara lainnya. Dulu tarian goro
tenga langsung ditarikan saat goro tenga.
Tarian
wanda pau (tarian selendang)
dimainkan saat pesta pernikahan dan lainnya sudah tidak menggunakan feko bu tetapi menggunakan music modern.
Sistem pengetahuan
Pengetahuan
dalam kontek budaya sudah tidak dilaksnakan lagi. Dari cerita yang didapat,
bagaimana meneruskan sejarah turun temurun sudah tidak diteruskan. Sejarah
tentang pertalian saudara dari hubungan kawin mawin, sejarah tentang tanah
warisan, sejarah tentang hak – hak ulayat, sejarah tentang asal muasal menjadi
sesuatu yang dilupakan. Cara meneruskan sejarah kepada generasi berikutnya baik
dengan lisan maupun tulisan.
Sistem religi
Orang
Wologai percaya bahwa mereka menyembah Tuhan dengan cara tradisional. Dengan
cara melaksanakan adat istiadat yang diwariskan leluhur. Dibuktikan dengan
banyaknya seremonial syukuran (nggua).
Selalu mengucapkan, “du’a gheta lulu wula
Ngga’e ghale wena tanah” (tetua dibelakang bulan, Tuhan didasar tanah).
Di
era globalisasi, pemuda dan pemudi Wologai lupa dengan konsep religi /
kepercayaan warisan leluhur.
Dari ulasan diatas, suatu gejala melupakan
kebudayaan warisan leluhur menjadi perhatian bersama. Bagaimana dan siapa yang
mengemban tugas melestarikan serta mewariskan ke generasi berikutnya menjadi
pertanyaan besar.
Kalau saya sih, menjadikan Ilmu Budaya Lokal
kedalam sistim kurikulum pendidikan di sembilan tahun pertama sekolah.
Heheehehe...ngayal kale ya