berbagi kemesraan tentang keanekaragaman budaya Nusantara

Genu Wena

Oleh Ludger S


Mari berkunjung ke Kampung Wologai



Genu artinya sisa. Selalu dipakai untuk sisa makanan. Wena artinya bagian bawah. Kalau nasi dalam periuk ya bagian kerak nasi. Genu wena artinya sisa makanan yang diantar oleh pihak perempuan ke pihak laki – laki. Kapan “genu wena” terjadi? Mari kita simak anekdot berikut ini.
Baca juga : Perkawinan Adat Lio
Sebut saja Dode, pemuda dikampung Jumba Laka akan meminang seorang gadis dari kampung Wolokota bernama Mbembe. Setelah disepakati waktu pelaksanaannya, Dode dengan utusan keluarga datang kerumah orang tua Mbembe. Dalam konteks meminang “teo tipu tanda rara” atau gantung baju, hantaran berupa “eko/hewan, ngawu/mas lokal, doi/uang”.
Keluarga Mbembe menerima kedatangan Dode bersama utusan keluarga dengan penuh hangat dalam rasa persaudaraan. Orang Lio menyebutnya suatu peristiwa, “nge geu ngeda pepa atau berkembang biak”. Utusan keluarga Dode menyampaikan maksud kedatangan mereka, “teo tipu tanda rara” antara Dode dan Mbembe. Terjadi dialog untuk tahap selanjutnya. Dengan diawali proses “teo tipu tanda rara” Dode dan Mbembe dikategorikan dalam jenis perkawinan “ruru gare”. 
Keluarga Mbembe menyampaikan apa mahar/belis yang harus dihantar saat “tu ria / hantaran besar” nanti. Liwu lima / lima liwut (1 liwut = 4 buah), eko lima / lima ekor hewan, doi no majo (uang untuk tiap paketannya), dengan ngawu lewa (hantaran yang tidak dihitung) liwu rua (dua liwut) eko rua (dua ekor hewan). Hantaran besar akan diberikan, 1.Ine (ibu) dengan paketan 1 liwut 1 ekor dengan sejumlah uang, 2.eda wuru (paman, saudara laki tertua dari pihak ibu) dengan paketan 1 liwut 1 ekor dengan sejumlah uang, 3.ema (bapak) dengan paketan 1 liwut 1 ekor dengan sejumlah uang, 4.nara (saudara laki Mbembe) dengan paketan 1 liwut 1 ekor dengan sejumlah uang, 5.ine tuka ndue (saudara dari mama) dengan paketan 1 liwut 1 ekor dengan sejumlah uang. 
Sebelum dilaksanakan dialog untuk kesepakatan mahar disajikan makanan dan minuman. Orang Lio menyebutnya “ka lo’o”. Sajian ka lo’o berupa “filu / cucur lokal, kibi / emping dari padi, ruja ra atau balik darah, kopi, daging, nasi. Disajikan masing – masing porsi kepada Dode dan utusan keluarganya. Setelah terjadi kesepakatan hantaran besar disajikan makanan dan minuman “ka ria”. 

Apa itu genu wena?

Saat pembantaian ada beberapa bagian dari hewan (bab1) yang tidak boleh dimasak. Bagian belakang dari leher sampai ekor dan kepala.
Kesepakatan mahar / belis telah terjadi. Dode dengan utusan keluarganya pamit pulang. Keluarga Mbembe wajib mengantar “genu wena” ke keluarga Dode. Hantaran berupa beras dengan ukuran “mbola atau bakul, daging masak bukan sisa dari yang dimakan tetapi dipisahkan tersendiri, dengan semua makanan yang disajikan kepada Dode dan utusan keluarganya tadi. Genu wena diantar ke keluarga Dode selang beberapa saat setelah kepulangan Dode dan utusan keluarganya. Keluarga Dode akan memberikan “pusi mbola dan kolo ro”. Pusi mbola (mengisi bakul) dengan mas atau sejumlah uang. Pusi mbola akan diserahkan kepada keluarga Mbembe. Kolo ro, secara harafiah diartikan sakit kepala. Tetapi kolo ro yang dimaksud adalah menghargai orang yang mengantar genu wena tadi, berupa sejumlah uang yang diberikan langsung ke masing – masing orang yang datang. 

Genu wena, merupakan penyampaian secara simbolik dari keluarga pihak perempuan kepada keluarga pihak laki – laki bahwa keluarga besar perempuan telah menerima kedatangan keluarga laki – laki dalam nuansa kebersamaan dan rasa persaudaraan. Utusan keluarga laki – laki telah diterima dengan baik dan diberi makan serta minum.

Share: Youtube

Informasi Covid-19

Total Tayangan Halaman

Popular

Facebook