Oleh : Ludger S
Pada kesempatan ini kita akan membahas tentang "Porejaji"
|
Nggala, Sobe |
Persahabatan atau pertemanan adalah istilah yang menggambarkan perilaku kerja sama dan saling mendukung antara dua atau lebih entitas sosial. Ini memusatkan perhatian pada pemahaman yang khas dalam hubungan antar pribadi. Dalam pengertian ini, istilah "persahabatan" menggambarkan suatu hubungan yang melibatkan pengetahuan, penghargaan dan afeksi. Sahabat akan menyambut kehadiran sesamanya dan menunjukkan kesetiaan satu sama lain, seringkali hingga pada altruisme. Selera mereka biasanya serupa dan mungkin saling bertemu, dan mereka menikmati kegiatan-kegiatan yang mereka sukai. Mereka juga akan terlibat dalam perilaku yang saling menolong, seperti tukar-menukar nasihat dan saling menolong dalam kesulitan. Sahabat adalah orang yang memperlihatkan perilaku yang berbalasan dan reflektif. Namun bagi banyak orang, persahabatan seringkali tidak lebih daripada kepercayaan bahwa seseorang atau sesuatu tidak akan merugikan atau menyakiti mereka.
Nilai yang terdapat dalam persahabatan seringkali apa yang dihasilkan ketika seorang sahabat memperlihatkan secara konsisten:
- kecenderungan untuk menginginkan apa yang terbaik bagi satu sama lain.
- simpati dan empati.
- kejujuran, barangkali dalam keadaanyang sulit bagi orang lain untuk mengucapkan kebenaran.
- saling pengertian.
Seringkali ada anggapan bahwa sahabat sejati sanggup mengungkapkan perasaan-perasaan yang terdalam, yang mungkin tidak dapat diungkapkan, kecuali dalam keadaan-keadaan yang sangat sulit, ketika mereka datang untuk menolong. Dibandingkan dengan hubungan pribadi, persahabatan dianggap lebih dekat daripada sekadar kenalan, meskipun dalam persahabatan atau hubungan antar kenalan terdapat tingkat keintiman yang berbeda-beda. Bagi banyak orang, persahabatan dan hubungan antar kenalan terdapat dalam kontinum yang sama.
Di Lio umumnya orang mengenal konteks persahatan dengan sebutan, "uli imu" (sebutan teman atau sahabat tanpa membedakan jenis kelamin), "delu"(ini lebih difokuskan untuk sesama pria atau wanita) dan lainnya. Lebih dalam antara kampung adat yang satu dengan yang lainnya lebih dikenal dengan sebutan "Porejaji" dan "Turajaji". Dua sebutan ini mempunyai karateristik tersendiri. Kapan suatu ikatan atau jalinan persahabatan disebut "porejaji" dan kapan suatu ikatan disebut "turajaji".
Porejaji
Kata Porejaji berasal dari kata pore yang artinya pesan (ungkapan) dan jaji yang artinya janji. Porejaji berarti pesan atau ungkapan perjanjian yang dikuatkan dengan larangan – larangan serta akibat yang terjadi apabila melanggar perjanjian tersebut.
Banyak Porejaji yang diwariskan leluhur terdahulu. Pore no ka jaji no minu (perjanjian dengan manakan dan minuman) serta jenis porejaji lainnya.
Untuk lebih detilnya saya uraikan dalam adekdot dibawah ini :
"Laka mempunyai 3 orang putra, Mbele, Sega, Lopi. Ke-3 orang tersebut diwariskan dengan warisan dan hak secara berurutan dari sulung ke bungsu. Yang sulung, Mbele diwariskan beberapa bukit lahan dan hak kesulungan sebagai pengganti ayah "mosalaki pu'u". Sega diwariskan juga beberapa bukit lahan dan sebagai "mosalaki" riabewa". Berikut Lopi juga diwarikan beberapa luas bukit dan sebagai "mosalaki koe kolu". Disuatu saat, Lopi berkenalan dengan "Lando" dari wilayah adat lainnya, karena batas tanah Lopi dan Lando bersebelahan. Jadilah mereka sebagai sahabat yang sangat dekat. Mereka saling memberi, saling mengingatkan, saling meneguhkan dan banyak hal positif dari persahabatan mereka. Ini berlanjut sampai generasi ke-5 keturunan merka. Karena sudah bertambah banyak masing-masing keturunan mereka, maka luas lahan yang diwariskan untuk mereka semakin berkurang. Suatu ketika dari keturunan Lopi kehilangan hasil kebun ladang berupa tebu, jagung, dan lainnya. Secara langsung keturunan Lopi menuduh keturunan Lando yang mengambil/mencurinya. Keturunan Lando tidak menerima dengan tuduhan itu. Terjadilah pertikaian atau perang antar kampung. Korban berjatuhan dari kedua belah pihak. Setelah bersitegang beberapa waktu dan banyak korban yang telah berjatuhan akhirnya kedua belah pihak bersepakat untuk melaksanakan suatu perundingan damai. Berhari-hari lamanya perundingan damai dilaksanakan. Akhirnya mereka bersepakat ;
"jikalau diantara keturunan Lando akan bepergian jauh dan melewati batas tanah keturunan Lopi, semua hasil kebun keturunan Lopi yang bisa dimakan dan atau diminum, oleh keturunan Lando bisa mengambil untuk menghilangkan rasa lapar dan haus, tapi tidak untuk dibawah kerumah. Dan juga berlaku sebaliknya. Bila ada yang melarang atau menuduh mencuri dan bahkan mengusirnya, maka jenis tanaman untuk menghilangkan rasa lapar dan haus seperti yang dituduhkan mencuri akan mati semuanya". Kesepakatan ini diceritakan turun temurun. Setiap generasi wajib menceritakan tentang kesepakatan ini ke generasi berikutnya, untuk ditaati dan dilaksanakan.
Kesepakatan atau perjanjian seperti diatas yang dinamakan "porejaji". Dimana suatu perjanjian antar suku atau keturunan dibuat untuk pemenuhan kebutuhan akan "makan dan minum". Banyak "porejaji" antar kampung adat yang dibuat di Lio. Sebut saja "porejaji au sa toko tewu sa lisa, porejaji nio keu uwi", dan lainnya.
“Tahun berganti keturunan Lopi menjadi sangat banyak jumlahnya. Beberapa kampung diantara kampung – kampung yang ada terdapat keturunan Lopi. Mereka berkumpul bersama saat melaksanakan seremonial adat yang telah diwariskan di kampung “Lopi”. Ini juga terjadi pada keturunan Lando. Jumlah keturunan Lando semakin bertambah banyak.
Suatu ketika “Bata” keturunan Lopi menikah dengan “Mbere” dari keturunan Lando. Setelah selesai urusan “belis” Mbere menjadi bagian dari keluarga besar “Bata-Lopi”. Dari pernikahan mereka lahirlah 3 orang putra dan 3 orang putri. Mereka hidup sangat rukun dan bahagia. Mereka juga diberkati dengan hasil panen berlimpah. Bata mempunyai beberapa saudara. Disuatu waktu anak saudara bungsu Bata mengalami sakit keras. Beberapa tabib dan dukun ternama sudah didatangi, tapi belum menunjukkan hasil. Semakin hari keadaan anaknya semakin parah. Akhirnya anaknya meninggal dunia. Setelah selesai acara penguburan datanglah seorang dukun ternama lainnya dan mengatakan kalau anak dari saudara bungsu Bata meninggal karena diguna-guna oleh istrinya Bata (Mbere). Kampung Lopi menjadi sangat heboh dengan berita tersebut. Setelah mengetahui penyebab kematian anaknya, saudara bungsu Lopi tidak menerima kematian anaknya tersebut. Dengan ancaman keras kalau Mbere istri dari kakaknya harus diusir atau dikembalikan ke kampung atau orang tuanya. Pertemuan dikampung Lopi pun terjadi, tapi hasilnya tetap tidak mengubah keputusan. Semua warga kampung bersepakat untuk mengusir Mbere dengan anaknya. Sedangkan Bata tetap menjadi saudara tertua mereka.
Dengan berat hati akhirnya Bata melepaskan istrinya dan istrinya membawa semua anak-anaknya kekampung dan orang tuanya. Sebelum meninggalkan kampung Bata, Mbere bersumpah ;
Kalau benar-benar kematian anak dari adik bungsuku (Bata) meninggal karena aku, maka aku dan keturunanku akan menderita sakit penyakit turun temurun sampai dengan generasi ke-7. Tetapi bila setelah aku keluar dari kampung ini dan terjadi suatu tanda hebat, maka ingatlah bahwa aku bukan aku penyebab kematian anak saudara bungsuku. Bila itu terjadi maka keturunanmu selamanya tidak boleh menikah dengan keturunanku, sebab kalau keluargamu menikah dengan keluargaku (Mbere) maka keturunanmu akan meninggal setelah menikah.
Setelah berkata seperti itu, Mbere dan anak-anaknya meninggalkan kampung tersebut. Bata mengantarkan istri dan anaknya sampai diperbatasan ulayat adatnya. Setelah memasuki ulayat adat orang tua Mbere, Bata melepaskan istri dan anak-anaknya pergi meninggalkannya. Belum berselang beberapa saat terjadilah hujan badai dikampung Bata. Saudara bungsu Bata dan keluarga lainnya meratapi kejadian tersebut. Mereka menyesali kejadian yang dibuat mereka untuk generasi mereka.
Dari cerita diatas kita, mengklasifikasikan “Porejaji” yang dibuat karena suatu sumpah atas tuduhan tak berbukti. Di beberapa wilayah Lio “porejaji” jenis ini sangat banyak terjadi. Sampai sekarang dibeberapa kampung suku Lio masih melarang generasi (anaknya) untuk menikah dengan beberapa anak/generasi dari kampung tertentu.
Selanjutnya kita akan bahas tentang Turajaji